Guna melestarikan dan mengenalkan tanaman anggrek di Kalsel yang ragamnya ribuan, Perhimpunan Anggrek Indonesia (PAI) Kalsel menggelar Festival Anggrek 2018 selama tiga hari mulai 7-9 September di Lapangan Kamboja Jalan Anang Adenansi Banjarmasin.
Guna memeriahkan acara, kegiatan yang dibuka secara resmi Kadis Pariwisata Kalsel Hairansyah ini juga digelar atraksi festival anggrek, foto kontes, lomba anggrek, lomba putri anggrek dan juga diikuti komunitas lain seperti bonsai dan pameran kontes pecinta satwa.
“Peserta dari luar daerah juga antusias mengikuti kegiatan ini yakni, Papua, Makasar, Bali dan Jakarta. Mereka juga mengenalkan jenis anggrek yang menjadi khas daerahnya,” kata Ketua PAI Kalsel Aida Muslimah Rosehan.
Kata Aida, pihaknya secara berkala menggelar kegiatan pameran anggrek dengan harapan agar tanaman khas Indonesia yang memiliki ragam jenis ini bisa terus berkembang dan menjadi salah satu daya tarik wisata.
Aida mengatakan, keberadaan anggrek di Kalsel makin memprihatinkan. Dari spesies sebanyak 2.500-an, Aida menaksir tersisa ratusan jenis anggrek.
Aida mengimbau spesies anggrek khas Kalsel bisa dipertahankan dan dikembangkan agar tak punah. Ia terus mengajak semua pihak, khususnya pecinta anggrek bisa saling membantu menjaga spesies anggrek Kalsel.
“Kami berharap ada taman anggrek di Kalsel, sebagai sarana rekreasi, edukasi, pengembangan (laboratorium), juga berfungsi untuk estetika mempercantik wajah kota” ujarnya.
Keberadaan taman anggrek di Kota Banjarmasin akan menggugah warga Kalsel lebih peduli dan mencintai khasanah kekayaan alam Kalsel. Selain itu, kata dia, PAI nantinya bisa memanfaatkan taman anggrek sebagai lokasi pameran, yang memang selalu digelar setiap tahun di Kalsel.
Kalaupun masih anggrek spesies langka, dia menuturkan justru telah dikembangkan di luar negeri, seperti di Malaysia dan lainnya. Sedangkan di Indonesia tidak ditemukan lagi. Hal tersebut terjadi karena ada pembakalan liar hutan dan penjualan anggrek secara besar-besaran tanpa ditangkarkan terlebih dahulu.
“Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan, karena anggrek bisa menjadi salah satu simbul kekayaan hayati Kalsel khususnya dan Indonesia umumnya,” kata Aida.
Ia mencatat ada empat jenis anggrek asal Kalsel yang kini punah atau sulit ditemukan di pinggiran hutan Meratus, di antaranya dendribium hepatikum dan spatoglotis aurea. Dan, untuk mengantisipasi hilangnya anggrek langka dari Kalsel, pihaknya sedang fokus mengembangbiakkan anggrek bulan atau “phalaenopsis amabillis var” asli Kota Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut.
PAI Kalsel serius mengembangkan anggrek bulan khas Kalsel yang kini juga mulai langka. Selain itu, kata dia, sebanyak 10 anggrek khas Kalsel telah dilindungi undang-undang sehingga tidak bisa diperjualbelikan, baik di dalam maupun di luar negeri.
Sepuluh jenis anggrek yang dilindungi terdiri atas anggrek tebu (gramatopylum speciosum), anggrek hitam (coelogyne pandurata), anggrek rawa (vanda hookeriana), anggrek bulan gajah (phalaenopsis gegantea).
Selanjutnya, anggrek bulan Zebra (phalaenopsis sumatrana/zebrina), anggrek kunang-kunang (ascocentrum miniatum), anggrek tanah kuning (spathoglottos zurea), anggrek ekor tikus (pharaphalaenopsis deneveio), pharaphalaenopsis serpentilingua, dan pharaphalaenopsis laycokii.
ida