Karawang, Infobanua.co.id – Penataan lahan untuk perkebunan kopi dilokasi ketinggian gunung Puncak Sempur yang beralamat di Desa Cintalaksana, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Karawang sedang menjadi trending topik. Baik di Sosial Media (Sosmed) mau pun dimedia – media mainstream. Banyak pihak menganggap bahwa penataan lahan tersebut akan berdampak pada kerusakan lingkungan.
Tak cukup sampai dengan banyaknya kritikan yang disampaikan melalui media, gerakan massa seperti agenda unjuk rasa dan audiensi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Karawang juga dilakukan oleh pihak yang mempersoalkan kegiatan penataan lahan di Karawang Selatan tersebut.
Dalam keterangannya saat menerima forum audiensi, Ketua Komisi I DPRD Karawang, Budianto merasa heran, sekaligus mempertanyakan, kenapa izin belum ada namun proyek tersebut telah dilakukan?
Keheranan serta pertanyaan politisi Partai Demokrat itu sontak mendapat respon dari salah seorang aktivis, Andri Kurniawan berpendapat, “Jika Komisi I sebagai mitra kerja Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Karawang saja masih bertanya, apa lagi masyarakat,” Jum’at, (03/09/2021).
“Justru saya yang malah jadi heran dengan tata kelola Pemerintahan di Karawang, yang namanya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dengan DPRD itu merupakan satu kesatuan dalam Pemerintahan. Seharusnya ketika ada persoalan seperti ini sudah saling berkomunikasi dan berkoordinasi, bukan malah ada salah satu diantara mereka merasa heran dan baru bertanya ketika diadakan hearing yang diajukan oleh masyarakat,” Sesal Andri.
Ditambahkannya, “Masalah perizinan ini sangat pelik, sudah banyak pejabat daerah dari kalangan Eksekutif dan Legislatif yang harus berurusan dengan hukum gara – gara perizinan, bahkan banyak yang sudah terjaring Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK). Jadi sangat lah wajar kalau masyarakat bereaksi, ketika ada suatu project yang mengabaikan aspek perizinan,”
“Padahal di DPMPTSP sendiri ada Bidang Pengawasan dan Pengendalian (Wasdal) yang berfungsi melakukan pengawasan serta pengendalian, dan jika suatu kegiatan usaha atau investasi sudah dapat dipastikan belum keluar dokumen perizinannya, semestinya langsung ambil langkah dengan membuat keterangan atau rekomendasi tertulis, agar Bagian Penegakan Peraturan Daerah Satuan Polisi Pamong Praja (Gakda Sat Pol PP) bisa bertindak,” Tegas Andri.
“Ini kok menjawab pertanyaan Ketua Komisi I, DPMPTSP malah menjawab sesimple itu. Hanya cukup mengatakan, bahwasanya sampai hingga saat ini belum ada permohonan izin yang masuk ke intansinya terkait dengan Mega proyek di Puncak Sempur itu,” Ungkapnya.
“Harusnya kan pada saat awal dan sudah mulai ramai dibahas publik, langsung lakukan kroscheck, lalu ambil langkah, bukan malah nunggu ada pengajuan izin. Bila perlu panggil pemilik lahan yang mau bertaninya, apa yang menjadi kendala, hingga belum mengurus perizinan. Dengan begitu akan ketahuan, disengaja tidak mau mengurus izin, atau masih terkendala hal lain,” Ujar Andri.
Ia juga mengatakan, “Saya sendiri dalam menyikapi persoalan seperti ini berusaha untuk objektif. Setiap kegiatan usaha yang mendahulukan kegiatan dan mengesampingkan perizinan, tentu suatu kesalahan yang sangat fatal. Tetapi ada ukurannya, saya kira perkebunan kopi tidak pas kalau disebut sebagai mega proyek. Berbeda dengan kegiatan usaha membuat real estate atau perumahan elite, itu baru bisa disebut sebagai mega proyek,”
“Saya akan mendukung Pemerintah untuk mengambil tindakan terhadap kegiatan penataan lahan perkebunan kopi tersebut, bahkan penghentian sampai penyegelan pun pasti saya support. Tetapi asas keadilan harus berlaku untuk semuanya. Jika hanya penataan lahan untuk perkebunan kopi yang belum memiliki dokumen perizinan saja ditindak, berarti keberadaan real estate yang sudah sejak lama melakukan kegiatan pembangunan sampai sudah melakukan pemasaran dan penjualan juga harus diperlakukan sama,” Terang Andri.
Dirinya juga menguraikan, “Karena sampai saat ini belum terinformasikan sudah keluar atau belumnya Surat Keterangan Kelayakan Lingkungan Hidup (SKKLH) dari hasil proses adendum Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) untuk selanjutnya dijadikan dasar dalam proses pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan lain sebagainya,”
“Pasalnya, sejak awal diketahui belum adanya adendum Amdal dan SKKLH, banyak pihak yang mempersoalkan. Agenda audiensi ke Pemkab dan DPRD Karawang pun berulang kali dilakukan, sampai masyarakat Desa Wadas, Kecamatan Telukjambe Timur sebagai pihak yang terdampak langsung juga berulang kali bereaksi. Tapi tidak ada tuh tindakan Pemkab Karawang untuk menghentikan progres kegiatannya? Malahan sampai sekarang sudah hampir selesai pembangunannya,” Pungkasnya.
Iswanto.
Banjarmasin, infobanua.co.id – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) resmi mengumumkan usulan…
Jakarta, infobanua.co.id - PROGRAM prioritas Kementerian Koperasi yang dijabarkan oelh Menteri koperasi Budi Arie Setiadi…
Jakarta, infobanua.co.id - KOMISI III DPR RI menetepkan Komjen Setyo Budiyanto sebagai Ketua Komisi Pemberantasan…
infobanua.co.id – Dalam rangka mendukung kelancaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024, Telkomsel Area Papua, Maluku,…
Pesisir Selatan, infobanua.co.id - Turun lansuang serta menyempatkan diri bertemu dengan masyarakat di Pesisir Selatan,…
Jonggon, infobanua.co.id – Keham Huluan, salah satu destinasi alam di Jonggon Desa, kecamatan Loa Kulu,…