infobanua.co.id
Beranda BANJARMASIN Pentingnya Pendidikan Kejujuran

Pentingnya Pendidikan Kejujuran

oleh: Pribakti B *)

Dalam kehidupan ini kejujuran amat penting dan seharusnya bisa diwujudkan di semua kalangan. Bangsa ini sehari-hari ribut di media sosial oleh adanya perselisihan, saling curiga, saling tidak percaya, konflik dan korupsi akibat ketidakjujuran. Penjara pun menjadi tidak mampu menampung penghuni lagi. Seumpama saja, semua orang mampu berbuat jujur, maka kehidupan ini sebenarnya tidak sulit dijalani dan juga tidak mahal. Hidup menjadi terasa sulit, oleh karena banyak orang tidak jujur.

Menjelang pilpres 2024 semakin dirasakan betapa pentingnya pendidikan kejujuran di negeri ini. Banyak orang terutama para tokoh mengungkapkan, setinggi dan seluas apapun ilmu seseorang, jika tidak diikuti kejujuran, maka kelebihan itu tidak akan ada artinya. Siapapun tidak akan mau percaya dan menjadikannya sebagai teman, apalagi sebagai seorang pemimpin . Karena siapapun yang tidak jujur sebenarnya sama artinya dengan orang yang tersiksa, yaitu tatkala mendekat saja, orang yang dikenal tidak jujur selalu dicurigai.

Sifat pembohong atau tidak jujur, sebenarnya adalah penyakit, yaitu penyakit di dalam hati. Cara menghilangkannya tidak cukup hanya melalui cara sederhana, misalnya memberi pelajaran dengan kurikulum tertentu. Karena setiap orang sebenarnya sudah mengetahui mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan. Jangan Anda mengira orang yang melakukan korupsi tidak mengetahui bahwa korupsi itu tidak boleh dan dilarang. Mereka pasti sudah mengetahuinya. Persoalannya, adalah adanya penyakit yang ada di dalam hati, sehingga seseorang menjadi tidak mampu meninggalkan perbuatan tercela dimaksud.

Diadakannya polisi, jaksa, hakim, KPK, BPK, BPKP, Irjen, dan bahkan juga penjara, sebenarnya semua itu karena banyak orang tidak jujur. Sifat tidak jujur tidak saja dimiliki oleh rakyat biasa, atau orang tertentu saja, melainkan oleh kebanyakan orang, termasuk para pemimpin organisasi massa, pengusaha, pendidik , dokter, pengurus partai politik dan juga pejabat pemerintah . Tidak ada jaminan bahwa seseorang yang sudah berhasil memiliki kejujuran akan terus jujur. Sifat jujur ternyata berubah-ubah, yaitu mungkin semula jujur , di waktu kemudian menjadi tidak jujur .

Tidak heran bila kejujuran menjadi barang mahal sekaligus langka, walau dalam banyak pidato para pemimpin kita kerap kali berjanji akan berlaku jujur. Tampaknya bagi para pemimpin, kejujuran memang teramat mudah dipidatokan, namun tampaknya tidak begitu mudah dijalankan. Karena begitu sulitnya mengungkapkan kejujuran, maka pada saat ada seorang pemimpin yang tiba-tiba berbicara jujur, terasa aneh terdengar. Inilah barangkali salah satu anomali modernitas. Tata nilai dan moralitas publik menjadi jungkir balik. Yang benar disalahkan, yang salah dibenarkan.

Kejujuran dianggap tindakan yang naif, bodoh dan aneh. Kejujuran seolah menjadi sesuatu yang asing. Karena yang kita temui, atau bahkan mungkin yang kita ucapkan sehari-hari, lebih banyak bohongnya. Kebohongan menjadi hal yang lumrah. Biasa dilakukan siapa saja, tanpa ada perasaan berdosa. Dosa dalam makna generiknya, adalah perasaan tidak nyaman baik dalam hati maupun pikiran. Dalam kehidupan yang normal , siapapun yang berkata bohong, pasti akan merasa tidak nyaman, tidak tenang. Karena itulah, kita bisa menggunakan alat deteksi kebohongan dengan cara mengukur detak jantung dan respon gerak refleksnya. Semakin banyak orang berbohong, semakin cepat detak jantungnya, semakin tak wajar gerakan – gerakan refleksnya.

Namun , pada saat orang sudah merasa nyaman berbohong, alat deteksi kebohongan tak bisa lagi berfungsi. Karena semua berjalan wajar, normal dan tenang. Dalam suasana demikian, dengan apalagi kita bisa mengetahui seseorang berkata jujur atau tidak? Inilah salah satu problem besar yang dihadapi bangsa ini: sulitnya mencari orang jujur. Kesulitan ini semakin diperparah dengan sistem hukum kita yang condong hanya berpatokan pada fakta-fakta visual dan legalitas formal. Di depan hukum kita, orang yang dengan jujur mengakui kesalahan sudah pasti akan menerima hukuman, sedangkan mereka yang tidak jujur justru akan selamat. Padahal seharusnya dengan berbohong kesalahannya menjadi berlipat.

Terkait kejujuran ini, jika direnungkan secara mendalam, diakui atau tidak diakui, lembaga Pendidikan kita belum mampu atau belum berhasil mengubah orang dari tidak jujur menjadi jujur,  bahkan yang terjadi adalah sebaliknya. Bila kita amati sebelum masuk sekolah, ketika masih di PAUD atau Taman Kanak-Kanak, tampak mereka sedemikian jujur, tetapi semakin masuk ke jenjang lebih tinggi, dan bahkan tertinggi sekalipun – jika kita mau mengakui – menjadi semakin pintar mereka-reka sesuatu atau tegasnya menjadi tidak jujur.

Pentingnya kejujuran itu dalam menjalani kehidupan juga telah disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW  tatkala ditanya oleh seseorang yang datang kepadanya untuk diajari tentang Islam. Oleh utusan Allah SWT itu dijawab dengan kata sederhana, yaitu : “jangan berbohong”. Si penanya mengira gampang dilaksanakan, sehingga ketika meninggalkan tempat , dia merasa gembira, karena pasti bisa melaksanakannya. Akan tetapi realitanya , ternyata berbuat jujur itu tidak mudah.

Dalam pandangan saya, ketidakjujuran adalah virus ganas yang sangat mudah menyebar dan menular. Karena untuk menutupi kebohongan dibutuhkan kebohongan baru. Dan orang yang tahu dirinya dibohongi orang lain, biasanya akan membalas minimal dengan kebohongan yang sama. Zaman sekarang kebohongan mudah segera terbongkar. Tapi , mengapa orang terus bohong? Zaman sekarang koruptor mudah ketahuan , di penjara dan dipermalukan. Tapi mengapa orang tetap korup dan tak lagi merasa malu? Kebohongan segera terbongkar mungkin masalah. Orang tetap melakukan kebohongan karena tak bisa melakukan yang lain dan tak punya apa pun lagi selain kebohongan itu. Mungkin kebohongan sudah menjadi identitas dirinya dan nama panggilannya.

Lantas apa yang bisa kita lakukan agar suasana kembali normal, melihat kejujuran sebagai kebenaran dan kebohongan sebagai kejahatan? Jawabannya ada pada kehidupan sehari-hari kita, terutama pada sistem Pendidikan. Dalam kehidupan sehari-hari kita harus membiasakan diri jujur, jujur pada diri sendiri, jujur pada lingkungan kita. Yang lebih penting, dunia Pendidikan kita terus menerus menjaga dan menjunjung tinggi kejujuran anak-anak didik dengan cara memberikan keteladanan. Para orang tua dan guru harus menjadi soko guru pendidikan kejujuran bagi segenap anak-anak kita. Semoga .

*) Dokter RSUD Ulin Banjarmasin

Bagikan:

Iklan