infobanua.co.id
Beranda Barito Kuala Sekda Batola Sarankan Dugaan Penyerobotan Lahan Desa Simpang Arja Dimusyawarahkan

Sekda Batola Sarankan Dugaan Penyerobotan Lahan Desa Simpang Arja Dimusyawarahkan

Marabahan, infobanua.co.id – Sejumlah pengunjuk rasa nampak padati jalan depan kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Barito Kuala (Batola) sambil membentangkan spanduk berisi tuntuan pengusutan dugaan penyerobotan dan penjualan lahan di Desa Simpang Arja, Barito Kuala, Selasa (20/12).

Pengunjuk rasa adalah warga Desa Simpang Arja di Kecamatan Rantau Badauh, Batola yang menuntut pengusutan eks Kepala Desa (Kades) Sinar Baru. Tuntutan sendiri terjadi di pertengahan 2011, ketika eks Kades Sinar Baru berinisial AS diduga menyerobot dan menjual tanah warga Simpang Arja dengan luas tanah yang dijual tanpa sepengetahuan si pemilik berkisar 500 hektar. Tanah ini selanjutnya dijual kepada perusahaan perkebunan sawit PT Putra Bangun Bersama (PBB).

Selain eks Kades Sinar Baru, warga juga menuntut agar dilakukan pengusutan mantan Camat Rantau Badauh yang menjabat dalam periode tersebut.

“Kalau sudah terlihat indikasi penyelewengan dan korupsi, kami mendesak agar mantan kades dan camat yang terlibat segera ditindak oleh penegak hukum,” papar Husaini, koordinator pengunjuk rasa.

Selain menyuarakan aspirasi di depan Kantor Bupati Batola, perwakilan pengunjuk rasa bersama LSM Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Kalsel juga beraudiensi dengan Sekretaris Daerah (Sekda) Zulkipli Yadi Noor, Wakil Ketua DPRD dan Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Batola.

“Kami sudah menyerahkan bukti-bukti seperti surat dan kwitansi kepada Pemkab, DPRD maupun Kejari Batola,” tambah Ambia, Kepala Desa Simpang Arja.
“Juga diserahkan Surat Edaran Bupati Batola yang menyatakan tak pernah terjadi perubahan tapal batas Simpang Arja dan Sinar Baru sejak 1980,” imbuhnya.

Selain penyerobotan lahan, warga Simpang Arja juga mempertanyakan status lahan yang digarap untuk perkebunan inti maupun plasma tersebut.

“Dalam pandangan kami, perusahaan juga tidak jelas karena masyarakat pemilik lahan belum mendapat ganti rugi,” beber Ambia.

“Kemudian andai lahan yang telah digarap masuk Hak Guna Usaha (HGU), mengapa mereka tak mengonfirmasi kepada Pemdes Simpang Arja?”

Nang/IB

Bagikan:

Iklan