Karawang, infobanua.co.id – Temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) sebesar Rp 300 juta pada kegiatan pembangunan pedestrian Jalan Ahmad Yani Karawang dengan nilai Rp 15 miliar pada Tahun Anggaran 2018 – 2019 kembali dipersoalkan. Karena sebelumnya pihak APH (Aparat Penegak Hukum), baik Kepolisian ataupun Kejaksaan sempat menerima Lapdu (Laporan Aduan) masyarakat.
Pihak Kejari (Kejaksaan Negeri) Karawang sendiri, pada Tahun 2021 yang lalu sempat menunggu arahan dan pelimpahan dari Kejagung (Kejaksaan Agung). Hanya saja Kejari Karawang beralasan, bahwa laporan tersebut pernah ditangani oleh Polres Karawang dan sesuai kesepakatan antara Kepolisian, Kejaksaan dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Apabila satu pihak sudah menangani suatu laporan, maka yang lain tidak boleh ikut campur, supaya tidak tumpang tindih.
Menyikapi perihal tersebut, salah seorang akademisi, Dr Dede Anwar Hidayat, SH.,MH. Membenarkan sikap Kejari Karawang, “Suatu kesepakatan antar lembaga penegak hukum bisa dijadikan suatu dasar komitmen yang tidak boleh dilanggar oleh salah satu pihak,”
“Karena berdasarkan informasi yang saya terima, perihal temuan BPK pada proyek pedestrian jalan Ahmad Yani Karawang itu, sudah ada pemulihan, dalam arti lain pengembalian dari kelebihan bayar yang menjadi temuan audit BPK pada Tahun Anggaran saat kegiatan pembangunan direalisasikan,” ujarnya, Minggu (2/4/2023).
Dr Dede juga menjelaskan, “Adapun mengenai tidak berlanjutnya masalah hukum, ini patut diduga, pada saat proses tela’ah atau dalam proses Puldata (Pengumpulan Data) dan Pulbaket (Pengumpulan Keterangan), pihak kontraktor bersama OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait, sudah memulihkannya ke Kas Negara,”
“Sebab dalam mekanisme audit BPK, selama ada tindak lanjut dari hasil rekomendasi, permasalahan bisa dianggap selesai, dan bukan menjadi masalah hukum. Terkecuali tidak adanya tindak lanjut dari rekomendasi. Sudah dapat dipastikan BPK akan membuat rekomendasi hukum kepada APH,” tandasnya
Masih kata Dr Dede, “Saya pribadi menduga, ketika dilakukannya proses pemulihan ke Kas Negara, jangankan tahap penyidikan, ke tahap penyelidikan saja belum, baru sebatas tela’ah? Sehingga tidak diperlukan keluarnya SP3. Beda persoalannya, bilamana sudah masuk ke tahap penyidikan, meskipun ada tindak lanjut berupa pemulihan temuan kelebihan bayar, kalau APH menghentikan prosesnya, SP3 harus diterbitkan,”
“OPD terkait, dalam hal ini DPUPR (Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang) Karawang tidak perlu khawatir. Selama bisa membuktikan bukti tindak lanjut rekomendasi BPK berupa pengembalain ke Kas Negara,” tegasnya
Mengakhiri pernyataannya, Dr Dede mengungkapkan, “Saya pikir APH tidak mungkin segegabah itu, membiarkan Lapdu masyarakat tanpa memiliki dasar yang kuat yang berlandaskan pada ketentuan regulasi berupa Perundang – Undangan beserta regulasi turunan lainnya,” pungkasnya.
Iswanto
Jakarta, 20 Desember 2024 - Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Sjafrie Sjamsoeddin, menerima kunjungan kehormatan Kepala…
Jakarta, 23 Desember 2024 - Indonesia Game Festival (IGF) 2024 telah sukses digelar pada 6-8…
Jakarta, 23 Desember 2024 - Penerimaan pajak dari transaksi aset kripto terus memberikan kontribusi signifikan…
KOTABARU, infobanua.co.id - Pertukaran pemuda antar provinsi dan daerah (PPAPD) tahun 2024 yang diadakan oleh kemenpora…
Selain bantuan kebutuhan pokok, XL Axiata juga memberikan dukungan layanan komunikasi bagi para korban dan…