Whats App, Kita, Lebaran
Oleh: Pribakti B
Jauh sebelum handphone dan media sosial ditemukan, komunikasi jarak jauh dilakukan dengan mengirim surat. Demikian pula ketika ingin mengirim ucapan Lebaran, harus dikirim berbentuk kartu. Tidak jarang, kartu itu dihias dan ditulis sedemikian rupa agar nampak lebih indah. Kemudian, di era yang lebih canggih, ketika penggunaan ponsel sudah mulai marak, pesan singkat atau SMS dimanfaatkan untuk memberi ucapan Lebaran.
Saat itu SMS memungkinkan kita mengirim pesan teks pada keluarga atau kerabat tanpa harus mengirimkan melalui pos atau pengiriman surat . Waktu pun berlalu, SMS sudah jarang digunakan, diganti dengan aplikasi pesan yang sering digunakan adalah Whats App (WA). Bahkan, WA kini menjadi pilihan untuk mengirim ucapan Lebaran lewat pesan, karena WA bukan hanya tulisan tetapi bisa juga berupa gambar dan berbagi cerita.
Sungguh luar biasa peran WA dalam menyiapkan paket lebaran yang praktis, efisien dan murah. Begitu praktisnya hingga sekian silaturahmi hanya butuh sekian pencetan. Begitu efisiennya karena hanya dengan mengetik satu ucapan, kita bisa menduplikasi sebanyak yang kita suka. Begitu murahnya karena hanya cukup dengan ribuan perak saja, malah kita bisa menjangkau seseorang yang sedang pergi ke lain benua sekalipun.
Begitu gaibnya sebuah berkah, namun WA sekaligus juga menggandeng musibah. Karena begitu praktisnya sehingga yang praktis itu malah demikian menyita kegiatan kita. Karena praktis, gampanglah kita melakukannya. Karena gampang, seringlah kita melakukannya. Karena sering, jadi selalu melakukannya. Karena selalu, jadilah waktu kita habis untuk melakukannya.
Tak aneh jika sudah jauh-jauh kita mudik, sudah capek kita muter-muter menemui kerabat dan saudara tapi setelah bertemu, kerjaan kita cuma mencet-mencet keypad handphone. Suami mencet, anak-anak mencet , istri mencet, lupalah kita pada saudara jauh yang tengah di depan mata. Tapi , saudara itupun manusia biasa seperti kita. Jika kita ber-handphone , mereka punya juga. Jika kita mencet, mereka mencet juga. Jadi, susah-susah kita saling ketemu, akhirnya cuma saling menghabiskan waktu untuk saling pencet bagai seseorang yang jauh dan tidak sedang di depan kita. Inilah paradoks dari handphone, ia mendekatkan orang jauh dan menjauhkan orang dekat.
Begitu murah WA maka begitu gampang kita mengirim dan membalasnya. Karena gampang jadi sering, karena sering jadi selalu. Karena selalu WA pun jadi mahal. Karena mahal boroslah hidup kita hanya karena tipuan sang murah itu. Malah begitu murahnya WA ini, hingga ia bisa digunakan untuk menghasut penonton seantero negeri untuk mengirim dukungan pada pemenang lomba, misalnya. WA yang murah ini juga sanggup mendatangkan keuntungan yang besar sekali jumlahnya. Hebatnya kita yang keluar biaya, para pemenang lomba itu pula yang mendapat hadiahnya. Jadi, karena jebakan kesan hemat, hidup kita malah menjadi boros. Karena jebakan murah hidup kita menjadi mahal.
Begitu efektifnya WA ini sebagai ganti silaturahmi sehingga berlaku rumus satu ucapan untuk semua . Satume, satu ucapan rame-rame. Maka, ucapan yang sampai ke saya pun adalah juga ucapan yang sampai ke Anda. Anda dan saya sama saja. Dan saya pun menjadi kita. Dan di dalam kita, unsur saya menjadi tak penting lagi. Ketika kita menerima ucapan generik semacam ini, ada perasaan bahwa kita cuma sebagai kita, bukan saya. Kita hanya menjadi elemen dari yang banyak. Tidak ada yang khusus dari kita.
Akibatnya setiap kali kita mendengar denging WA di handphone , kita pun tidak tegang lagi. Paling begitu-begitu juga. Kita tersanjung atas kiriman WA dari para sahabat, kerabat dan saudara kita. Kita mencintai mereka dan mereka pun pasti mencintai kita. Tapi sebagaimana layaknya orang yang mencintai, ia menolak untuk dimadu. Jika ucapan yang saya terima adalah juga ucapan yang dikirim ke banyak manusia, apa boleh buat, saya terpaksa merasakan dilema perasaan itu: bahagia karena dicintai sekaligus sedih karena dimadu.
Maka ketika di antara berondongan WA ucapan Lebaran ini masih terselip ada nama kita di dalamnya , ada WA yang ditulis khusus untuk kita, ia akan segera menjadi WA yang berbeda . Ia dekat , khusus dan penuh cinta. Ia sungguh WA yang menggoda kita untuk segera membalas dengan kekhususan pula. Yang penting jika engkau mencintai saudaramu, kenapa engkau tak menggenapi cintamu dengan mengetik namanya dalam WA ucapan lebaranmu. Karena hanya dengan menambahkan nama yang tak seberapa ini, engkau akan mendapatkan cinta saudaramu dengan kualitas yang tak pernah engkau duga sebelumnya.
Mudah-mudahan tulisan pendek ini dapat memberikan inspirasi berbagai masalah yang akan kita hadapi di masa depan. Sebab , sebagaimana dikatakan sebuah pepatah “Pengalaman adalah guru yang paling baik”. Dapatkah kita menarik pelajaran dan pengalaman Lebaran tahun ini , untuk mengantisipasi apa yang selayaknya kita lakukan di masa depan ? Selamat ber-WA-an menjelang Lebaran 1444 H.
Dokter RSUD Ulin Banjarmasin