infobanua.co.id
Beranda Jawa Barat Hengky : “Dinas PUPR Karawang Tak Perlu Takut Persoalan Politis Dalam Merealisasi Pembangunan, Masyarakat Siap Membela”

Hengky : “Dinas PUPR Karawang Tak Perlu Takut Persoalan Politis Dalam Merealisasi Pembangunan, Masyarakat Siap Membela”

Karawang, infobanua.co.id – Dalam mekanisme realisasi pembangunan untuk sarana dan prasarana publik berupa infrastruktur berupa jalan jalan, jembatan, saluran irigasi dan bangunan yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau pun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), terbagi menjadi dua usulan.

Seperti yang disampaikan oleh salah seorang pemerhati pemerintahan, Hengky Setiawan, ia menguraikan bahwa usulan kebutuhan pembangunan itu dihasilkan dari hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang diserap, ditampung, kemudian direncanakan oleh pihak ekeskutif, dalam hal ini Pemerintah. Lalu yang kedua, ada usulan kebutuhan pembangunan yang diusulkan oleh masyarakat melalui program reses pihak legislatif yang disebut dengan program reses. Rabu, (21/6/2023).

“Reses ini merupakan salah satu bentuk kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pihak legislatif, dari mulai mulai level Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tingkat Provinsi sampai Kabupaten atau Kota,” ujarnya

Lebih lanjut, Hengky menjelasakan. Dalam proses reses tersebut dilakukan oleh seluruh anggota legislatif pada setiap Daerah Pemilihan (Dapil) masing – masing anggota. Selama melaksanakan perjalanan reses, setiap anggota legislatif dibiayai oleh uang Negara. Untuk DPR RI bersumber dari APBN, sedangkan DPRD dari APBD.

“Tetapi, setiap apa yang diusulkan dari hasil reses, bukan berarti sepenuhnya akan diakomodir oleh pihak eksekutif. Setelah semua usulan masyarakat ditampung melalui Pokok Pikiran (Pokir) untuk kemudian diajukan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Aspirasi yang disetujui akan menjadi Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) setelah disetujui oleh pihak eksekutif,” urainya

Masih kata Hengky, “Jadi kesimpulannya, setelah usulan Pokir diterima. Kewajiban legislatif hanya fokus melakukan monitoring. Untuk urusan teknis, sepenuhnya menjadi kewenangan eksekutif. Legislatif tidak boleh ikut campur, apa lagi sampai maksa menitipkan pengusaha sebagai rekanan kerja. Karena secara otoritas atau kewenangan dan kompetensi dalam menilai calon penyedia jasa, adalah pejabat teknis pada eksekutif,”

“Bila mana sampai ada pihak legislatif mengintervensi eksekutif, itu merupakan Abuse Of Power. Begitu juga kalau sampai pejabat teknis mengakomodirnya, hal tersebut merupakan suatu kekeliruan. Maka patut dicurigai adanya kongkalingkong? Terlepas ada atau tidaknya dugaan korupsi berupa transaksional, Aparat Penegak Hukum (APH) sudah bisa masuk untuk menyelidiki,” tegasnya

Hengky juga menyesalkan, “Di Karawang sendiri saya memperhatikan, kegiatan pembangunan dari usulan Pokir masih belum direalisasikan, khususnya pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR). Karena pejabat teknis ,dalam hal ini para Kepala Bidang (Kabid) sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), diduga terpasung dalam kegamangan,”

“Jika kondisi seperti ini terus dibiarkan berlarut – larut, sudah dapat dipastikan serapan anggaran dan kebutuhan pembangunan yang dibutuhkan masyarakat berpotensi terganggu? Apa lagi pada Bidang Bangunan, secara teknis pengerjaannya lumayan memakan waktu yang cukup lama,” ungkapnya

“Yang menjadi pertanyaan saya, apa sih yang dikhawatirkan oleh PPK? Sedangkan dalam melakukan penilaian sampai menentukan penyedia jasa, itu sepenuhnya menjadi kewenangan yang diamanatkan oleh regulasi. Selama tidak adanya unsur gratifikasi dan suap, tidak perlu takut,” tandasnya

“Seumpama khawatir secara aspek politis, karena tidak menampung penyedia jasa yang dititipkan oleh anggota DPRD. Masyarakat siap membela kok, selama tidak bertentangan dengan aturan. Jika benar ada yang sampai intervensi? Buka – bukaan saja ke ruang publik. Justru kalau sampai memaksakan kehendak legislatif, resikonya adalah hukum,” terang Hengky

“Kita ambil contoh seperti Kota Malang Jawa Timur (Jatim) dan Provinsi Jambi. Dimana pihak eksekutif juga banyak yang ikut terjerat, dari mulai Kepala Daerah, Pengguna Anggaran (PA), sampai PPK. Sebab terpaksa harus mengakomodir keinginan legislatif,” pungkasknya.

Iswanto

Bagikan:

Iklan