infobanua.co.id
Beranda Uncategorized HWPL Workshop: Perdamaian Dalam Keberagaman

HWPL Workshop: Perdamaian Dalam Keberagaman

Heavenly Culture, World Peace, Restoration of Light (HWPL) Indonesia, menggelar “Peace Workshop” terkait “Perdamaian Dalam Keberagaman,” diikuti dari berbagai kalangan masyarakat umum, akademisi, aktivis, tenaga pendidik dan kalangan jurnalis, serta relawan HWPL di Indonesia, dilaksanakan via zoom, pada Selasa (27/6/2023) malam.

Kegiatan yang digelar dengan tema, “Perdamaian Dalam Keberagaman,” dengan menitikberatkan, “Jadilah Cerdas, Stop Perundungan dan Kekerasan,” atau Bullyng.

Dalam workshop ini, Heavenly Culture, World Peace, Restoration of Light (HWPL), menghadirkan narasumber, Ahmad Yani Editor in Chief Harian Jurnal, Hairil Supriadi Ketua AMSI Kalteng dan INews TV Kalteng, dan Yoland Divisi Pendidikan HWPL di Indonesia.

Dalam paparannya, Ahmad Yani menyampaikan, kasus bullyng di Indonesia saat ini terbilang tinggi, hingga awal tahun 2023, kasus bullyng kalangan pelajar mencapai seribu lebih.

“Bully atau perundungan banyak terjadi, khususnya dikalangan pelajar, dikarenakan kurikulum dinilai kaku dan feodalisme, yang senior merasa kuat, dan mengintimidasi junior,” ungkapnya.

Adapun pandangan media dengan kasus bullyng, menurut Ahmad Yani, sebelum mengshare informasi diperlukan akurasi dan pengecekan kebenaranya.

Selain itu, diperlukan edukasi, dan cerdas bermedsos, sehingga pengguna medsos menghindari cyber bullyng, yang berdampak buruk kepada korban.

Sementara, Ketua AMSI Kalteng Hairil Supriadi mengatakan, media mainstream sangat jelas menyampaikan informasi, yakni melalui fakta. Sehingga, informasi disampaikan tidak menyalahi kaidah-kaidah jurnalistik.

Dia juga menyampaikan, jika terjadi perundungan atau pelecehan terhadap anak, media mainstream tetap melakukan perannya, sesuai kaidah pemberitaan.

Dirinya mencontohkan, penyebutan identitas korban disampaikan, demikian juga dengan gambar harus diblur, dan nama hanya disampaikan dengan inisial.

“Hal itu jelas dijelaskan dalam, UU nomor 23 tahun 2002, tentang perlindungan anak. Kaidah-kaidah ini kami jalankan di media, dalam jurnalistik,” jelas Hairil.

Selanjutnya, Yolland selaku Divisi Pendidikan HWPL di Indonesia menyatakan, perdamaian tidak dicapai melalui senjata dan pedang. Bahkan, dalam dunia berkonflik dimana tidak ada kasih atau perdamaian.

“Saya percaya bahwa perdamaian dapat dicapai melalui pendidikan, daripada mempelajari senjata ilmiah untuk perang,” jelasnya. “Kita harus melakukan pembelajaran tentang perdamaian,” urai Yolland.

Dia menjelaskan, HWPL sebagai organisasi yang memiliki budaya sorgawi, perdamaian dunia dan pemulihan terang. “Budaya sorgawi adalah nilai umum kemanusiaan yang melampaui negara, ras, agama, jenis kelamin, seperti sifat alami langit, yaitu perdamaian,” terang Yolland.

Sementara, seorang peserta workshop Sipa Ami, dari Kementerian Agama Bidang Pendidikan Kabupaten Majene, Sulbar mengapresiasi kegiatan digelar ini, dengan mengambil tema, perdamaian dalam keberagaman.

Dia berharap, kegiatan ini dapat dilaksanakan secara berkesinambungan, khususnya dikalangan sekolah-sekolah, sebagai pengayaan siswa untuk memahami perbedaan, untuk saling menghargai.

Lain hal dikatakan peserta workshop Fadliyati Siregar yang menitikberatkan perdamaian melalui pendekatan agama.

“Agama telah mengatur cara prilaku yang baik, dan menghargai sesama, dan perdamaian,” ungkapnya.

Sebagai informasi, Heavenly Culture, World Peace, Restoration of Light (HWPL) adalah organisasi perdamaian internasional yang didirikan untuk pengakhiran perang untuk perdamaian dunia.

Selanjutnya, didirikan pada 8 Maret 2023 yang lalu Deklarasi Perdamaian dan Pengakhiran Perang Declaration of Peace and Cessation of War (DPCW).

Bagikan:

Iklan