Dinkes Kab.Blitar Himbau Warganya Untuk Waspada Bahaya Antraks
Blitar, infobanua.co.id – Pasca kejadian tiga warga Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta dilaporkan meninggal, setelah mengonsumsi daging hewan ternak terkena Antraks. Hal tersebut menjadi perhatian serius Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Blitar.
Akhirnya Dinkes Kabupaten Blitar, menghimbau kepada warga masyarakat untuk lebih waspada tentang bahaya mengkonsumsi daging ternak yang positif Antraks.
Karena spora Antraks bisa bertahan hidup bertahun-tahun di daging dan tulang hewan ternak meskipun sudah mati.
“Kami himbau untuk waspada terhadap Antraks, sebab spora bakteri Antraks ini bisa diam di dalam daging bertahun-tahun, dan bisa menular ke manusia jika dimakan,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar, dr Christine Indrawati, Sabtu 08 Juli 2023.
Menurut dr Christine Indrawati, penyakit Antraks sendiri tergolong jarang terjadi terutama di Kabupaten Blitar.
“Meski begitu kami menghimbau kepada warga masyarakat untuk tidak mengkonsumsi daging sapi maupun kambing yang mati secara mendadak,” tuturnya.
Lebih dalam dr Christine Indrawati menuturkan, untuk itu sebagai upaya pencegahan terjadinya penularan bakteri Antraks dari hewan ternak ke manusia, koordinasi dengan Dinas Peternakan dan Perikanan-pun selalu dilakukan untuk mencegah penyakit Antraks.
“Memang hingga kini belum ada laporan dan semoga saja tidak ada, karena sebenarnya penyakit Antraks ini jarang. Dahulu waktu KLB Antraks di beberapa daerah, kabupaten Blitar juga aman,” ungkapnya.
Masih menurut dr Christine Indrawati, secara umum penyakit antrak disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, dan bakteri Bacillus anthracis tersebut normalnya hidup di tanah.
Tapi bakteri jenis ini dapat dengan mudah menyerang dan menginfeksi hewan pemakan rumput, seperti sapi, kambing, domba dan kuda.
Jika sudah masuk kedalam hewan maka Spora Bacillus anthracis akan hidup bertahun-tahun di dalam daging dan tulang.
Hewan yang terpapar bakteri Bacillus anthracis memiliki keluhan demam, kejang, mengalami gangguan pernafasan dan keluar darah.
Bakteri ini akan tetap hidup di dalam daging, meski hewan ternak tersebut mati dan telah dikubur.
Untuk itu pihaknya mengimbau dengan tegas agar warga masyarakat tidak memakan bangkai ternak yang mati.
Karena hal tersebut bisa memungkinkan terjadinya penularan bakteri Antraks ke manusia.
“Intinya dihindari, jangan makan bangkai hewan ternak yang mati mendadak,” pungkasnya.
Untuk diketahui bahwa, manusia yang terjangkit bakteri Antraks akan mengalami gangguan kesehatan, bahkan berujung kematian.
Dan gejala Antraks tidak sama pada setiap orang, bergantung pada cara infeksi bakteri ke dalam tubuh manusia.
Beberapa gejala Antraks berdasarkan cara penularannya adalah sebagai berikut:
Yang pertama Antraks Kulit, jenis Antraks ini akan menyebabkan penderitanya muncul banyak benjolan pada permukaan kulit yang diikuti dengan rasa gatal.
Benjolan paling sering terlihat pada area leher, lengan, dan wajah, kemudian benjolan bisa berubah menjadi luka dengan warna kehitaman dan tidak disertai rasa nyeri.
Yang kedua adalah Antraks Pencernaan, Antraks jenis ini akan menyerang saluran pencernaan atau Antraks gastrointestinal.
Gejala awalnya mual dan ingin muntah. Kemudian penderita akan mengalami sulit menelan, tenggorokan terasa sakit, penurunan nafsu makan, sakit perut, demam, sakit kepala, dan adanya benjolan pada bagian leher.
Gejala tersebut bisa lebih berbahaya dan penderita bisa mengalami diare bahkan buang air besar bercampur darah.
Yang terakhir Antraks Pernapasan, Antraks pernapasan ini ditandai dengan gejala awal mirip penyakit flu biasa, dimana tubuh demam, nyeri ketika menelan, nyeri pada otot, dan tubuh mudah mengalami kelelahan.
Beberapa gejala lanjutannya adalah mengalami sesak napas hingga mengalami syok.
Antraks pernapasan juga bisa mengakibatkan peradangan pada selaput otak dan bagian saraf tulang belakang atau meningitis.
Meski berbahaya, tapi penyakit Antraks jenis ini bisa disembuhkan dan diobati.
[12.09, 9/7/2023] Eko Budihono Blitar: Namun tingkat keberhasilan pengobatan biasanya tergantung pada usia, kondisi kesehatan pengidap, dan luas area tubuh yang mengalami infeksi. (Eko.B).