Kasus Kekerasan Terhadap Anak di Kab Blitar Masih Tinggi
Blitar, infobanua.co.id – Ditenggarai kasus kekerasan terhadap anak di Kabupaten Blitar, masih cukup tinggi. Pasalnya hingga semester pertama atau bulan Juni 2023, terdapat 37 kasus kekerasan anak dan jumlah tersebut dominan kasus kekekerasan seksual. Dan faktor kerentanan keluarga yang menjadi pemicu utama.
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) DP3APPKB Kabupaten Blitar, Iin Indarti, menuturkan, terdapat banyak laporan kasus yang didapati. Hingga semester tahun ini, sedikitnya ada 15 anak jadi korban tindak kekerasan seksual.
“Dari 37 kasus, terdapat 15 kasus kekerasan fisik pada anak, kemudian ada 15 kasus kekerasan seksual, pencabulan, hingga persetubuhan, 2 kasus penelantaran anak dan 5 kasus anak berhadapan dengan hukum,” kata Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) DP3APPKB Kabupaten Blitar, Iin Indarti, Selasa 15-08-2023.
Lrbih dalam Iin menuturkan, ada perbedaan antara kasus kekerasan fisik dan seksual pada anak.
Kalau kasus kekerasan fisik didasarkan pada tindakan pemukulan, ditendang, atau serangan mental. Biasanya kondisi tersebut disebabkan oleh perebutan hak asuh dampak dari perceraian suami istri.
Sedangkan kasus kekerasan seksual pada anak terjadi setiap tahun, bahkan biasanya pelaku merupakan orang terdekat. Seperti orang tua, saudara, hingga teman.
Itu bisa terjadi karena ketidakharmonisan lingkungan keluarga sehingga jadi faktor utama.
“Mungkin ketika anak ditelantarkan oleh orang tuanya, mereka jadi sasaran kekerasan seksual oleh orang terdekatnya,” ungkapnya.
Masih menurut Iin, kasus penelantaran anak juga menjadi perhatian serius.
Sebab hal ini disebabkan oleh sejumlah faktor. Salah satunya adalah kurangnya perhatian dari anggota keluarga.
“Faktor komunikasi sebuah keluarga itu sangat penting, untuk menghindari kekerasan pada anak. Untuk itu keluarga harus menciptakan keharmonisan dalam rumah tangga demi masa depan anak-anaknya,” ungkap Iin.
Selanjutnya UPT PPA memastikan anak korban kekerasan tersebut dalam proses penanganan dan monitoring ketat.
Para korban juga mendapat pendampingan phsikologis supaya lebih termotivasi.
Namun, proses tersebut tidak mudah karena beberapa anak korban tindakan kekerasan seksual masih banyak yang tertutup.
“Kami pikir wajar, mungkin masih butuh adaptasi dengan penetrasi yang kami lakukan,” pungkasnya.
Eko/IB