Gibran, dari PDIP ke Golkar? Tantangannya
oleh: Denny JA *)
“Tekanan politik, tekanan sosial itu adalah anugerah. Bagi seorang pemimpin, tekanan itulah yang membuatnya semakin kuat dan semakin matang.”
Ini kutipan dari Seneca, seorang filsuf dari Yunani, yang hidup satu abad pertama masehi (4 BCE – 65 CE). Kutipan ini berlaku hari-hari ini untuk Gibran Rakabuming Raka.
Gibran kini menghadapi tiga peristiwa besar sekaligus. Ketika video ini dibuat, peristiwa tersebut belum terjadi. Tapi ini sudah menjadi banyak berita.
Pertama, diberitakan Gibran mungkin terpilih sebagai calon wakil presiden dari capres Prabowo. Ini akan membuahkan perubahan yang besar dalam hidup Gibran. Ia akan tercatat sebagai cawapres termuda dalam sejarah politik Indonesia.
Berita kedua, karena Gibran bersama Prabowo melawan partai PDIP yang mencalonkan Ganjar, dari partai Gibran sendiri, maka Gibran bersebrangan dengan PDIP.
Pastilah jika menjadi cawapres Prabowo, Gibran akan keluar dari PDIP. Jika tidak keluar, ia akan diberhentikan dari PDIP. Ini juga peristiwa besar lain bagi Gibran.
Selama ini, Gibran tumbuh di PDIP, besar di sana. Bahkan juga ayahnya, Jokowi, juga besar di PDIP sejak pilkada Walikota, Gubernur, hingga menjadi Presiden.
Akan banyak serangan dan tekanan untuk isu di atas. Ini masalah besar kedua, tekanan kedua yang sangat keras dihadapi Gibran.
Berita ketiga, karena Gibran tak lagi punya partai, sementara ideal bagi Prabowo jika cawapresnya berasal dari partai besar lain, Partai Golkar, maka Gibran pun akan digolkarkan. Alias Gibran pun akan menjadi anggota Partai Golkar.
Sekali lagi, tiga berita di atas mungkin akan terjadi, mungkin juga tidak. Sebelum benar- benar terjadi, dalam politik Indonesia, “bola yang tinggal bergulir masuk gawang pun bisa berbelok sendiri.”
Kita asumsikaj jika tiga berita di atas terjadi. MakanGibran akan mendapat banyak sekali tekanan, serangan, kritik yang membangun, ataupun hantaman untuk menghancurkannya.
Isu ini juga sengaja dihembus-hembuskan dalam rangka pertarungan politik.
Misalnya, Gibran akan dikatakan terlalu muda, belum berpengalaman untuk memimpin negara sebesar Indonesia.
Atau Gibran dikatakan meneruskan dan membangun dinasti politik. Jokowi akan selesai sebagai presiden di tahun 2024. Tapi kekuasaan Jokowi disambung-sambungkan oleh Gibran, anak Jokowi sendiri.
.
Atau Gibran akan dihembuskan isu mengkhianati PDIP. Padahal ia dan keluarganya dibesarkan oleh partai ini.
Jenis kritik dan serangan ini akan berkembang di kalangan terpelajar. Gibran bisa saja menjawab serangan dan kritik itu.
Tapi jika dilihat dari sudut efektivitas Gibran (dan Prabowo) untuk menang di pilpres, jauh lebih produktif jika Gibran mengalihkan perhatiannya bukan ke kalangan terpelajar, yang prosentasenya hanya 10 persen dari total pemiiih.
Segmen priorotas yang harus disentuh Gibran adalah Wong Cilik. Ini segmen pemilih yang tingkat pendidikan dan ekonominya rendah. Mereka banyak di desa ataupun di kota. Jumlah mereka mayoritas 60% dari populasi pemilih.
Segmen pemilih wong cilik ini lebih dekat dengan karakter Gibran. Jauh lebih memiliki efek elektoral jika Gibran sesering mungkin, sebanyak mungkin datang ke segmen wong cilik ini.
Gibran mendatangi mereka dengan membawa program ekonomi kerakyatan untuk memakmurkan, menyejahterakan rakyat kecil itu.
Dari data survei LSI Denny JA, bulan September 2023, sekarang ini Gibran dikenal oleh sekitar 65,4% dari populasi. Tapi Gibran disukai oleh 81, 2% oleh mereka yang mengenalnya.
Ini tingkat pengenalan dan kesukaan yang sangat tinggi untuk kualifikasi elektoral seorang calon wakil presiden. Posisi elektoral Gibran bahkan saat ini lebih tinggi dibandingkan Mahfud MD, ataupun dibandingkan Muhaimin Iskandar.
Tantangan Gibran sekarang, bagaimana ia menaikkan tingkat pengenalannya di atas 80% pada bulan Febuari 2024 kelak. Sementara tingkat kesukaan publik padanya harus tetap di atas 80 persen.
inilah cara yang jauh lebih produktif bagi Gibran untuk ikut menyumbangkan kemenangan, jika benar ia menjadi cawapres Prabowo.
Jika posisi elektoral itu bisa dicapai Gibran, maka semua kritik, serangan, hantaman yang sudah dan akan terus datang, itu justru menjadi pil pahit yang akan membuatnya menjadi pemimpin yang lebih kuat, dan lebih matang.
*) pendiri Lingkar Survei Indonesia