Oleh: Pribakti B
Barangkali hanya sedikit yang pernah mendengar cerita singkat di balik Yayasan Nobel , meskipun telinga kita sudah sangat akrab dengan sebutan hadiah Nobel. Alfred Benhard Nobel lahir di Stocklom tahun 1833 dan meninggal di Sari Remo , Italia tahun 1896. Semasa hidupnya dia dikenal sebagai orang yang sangat cerdas dan pekerja keras sehingga berhasil menciptakan bahan peledak yang sangat dahsyat, suatu senjata pemusnah yang yang sangat diperlukan dalam medan tempur.
Temuannya itu lalu dibeli oleh pemerintah Rusia sehingga Nobel pun menjadi orang kaya.
Entah dari mana asalnya, suatu hari Nobel diberitakan telah meninggal, padahal Nobel masih hidup. Kematian atas dirinya itu sangat mengguncang hatinya. Yang membuat dia terguncang dan cemas bukannya bayangan kematian yang suatu saat pasti terjadi, melainkan komentar dan kenangan orang tentang dirinya bahwa dia tak lebih sebagai seorang pencipta teknologi pembunuh massal dan seorang pedagang kematian.
Dialog batin Nobel dengan dirinya sendiri dan merenungkan penilaian orang tentang dirinya yang begitu mengerikan itu telah membuat Nobel mengubah jalan hidupnya sebelum maut yang sesungguhnya menjemput. Seluruh kekayaan dari hasil penjualan ilmu dan teknologinya itu dibelanjakan untuk usaha-usaha kemanusiaan dan perdamaian. Sampai hari ini kita mengenal hadiah Nobel dalam lima bidang yaitu physic (fisika), chemistry (kimia), medicine (kedokteran), literature (kesusasteraan/kepustakaan) dan peace (perdamaian).
Bangsa ini pernah melahirkan sederet ilmuwan dan politisi yang berkarakter. Dan di masa depan bangsa ini memerlukan lebih banyak lagi tokoh seperti halnya Nobel, seorang jenius yang sekaligus memiliki komitmen moral. Nobel, sebagai ilmuwan dan figur publik, sadar betul bahwa integritas moral dan intelektual, usia dan pengaruhnya jauh melebihi usia kehidupan fisiknya. Secara fisik Nobel memang telah tiada, tetapi warisan ilmu dan pesan moralnya masih terus hidup dan memberikan inspirasi serta motivasi bagi banyak orang sampai hari ini.
Dalam kaitan ini, kalau kita melakukan evaluasi dan proyeksi terhadap para politisi kita, apakah warisan serta citra yang akan dikenang oleh rakyat? Jika Alfred Nobel mewariskan ilmu dan hartanya untuk usaha kemanusiaan dan peradaban, maka apa yang diwariskan oleh mantan-mantan presiden kita dan sekian menterinya dengan setumpuk hartanya itu? Kita akan sangat sedih kalau ternyata nantinya yang akan terkenang adalah bahwa mereka telah mewariskan hutang, budaya korupsi dan mewariskan sederet birokrat serta politisi yang telah dekadensi budaya dan memori kolektif. Tentu hal ini akan menyakitkan bagi generasi baru karena mereka tak punya tokoh model dan kebanggaan pada generasi pendahulunya.
Kita sadar bahwa akar timbulnya krisis politik pada awalnya sebagai akibat dari krisis ekonomi. Namun , jika ditelusuri lebih dalam lagi sumbernya adalah krisis nilai atau krisis budaya yang menimpa para politisi kita. Kita sedih dan kasihan melihat para pejabat tinggi negara yang begitu rapuh ketika dihadapkan pada uang sogokan. Padahal begitu lama mereka menapaki karier. Bahkan ada di antara mereka yang mempertaruhkan nyawa dalam membela bangsa.
Tetapi sekali lagi, tiba-tiba harga diri dan idealisme yang telah dibina selama puluhan tahun menguap dan bahkan satu sama lain saling menghujat dan menjegal, berebut kekuasaan. Lalu ada lagi yang saling menutupi jaringan korupsinya. Tentu saja kondisi mental bangsa seperti ini sangat tidak sehat. Masyarakat, mahasiswa dan anak-anak sekolah tidak memiliki tokoh model yang hal itu sangat diperlukan untuk pembentukan kepribadian dan fantasi ke depan.
Kita tentu sangat benci dan muak terhadap para konglomerat yang menumpuk kekayaan dengan cara menyuap para pejabat. Namun kita juga benci campur kasihan terhadap pejuang-pejuang terbaik bangsa ini yang mentalnya ternyata rapuh dan lembek oleh jebakan yang dipasang oleh tukang suap. Indonesia di masa depan membutuhkan para politisi dan pejabat tinggi negara yang berani berkata “tidak” oleh paksaan dan rayuan materi apapun. Ini demi menjaga dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip moral bagi kehidupan kehidupan sosial maupun politik.
Begitu pun bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia bisnis, janganlah merusak bangsa dan para politisi kita dengan cara main suap dan bentuk jebakan lainnya. Harapan kita semua, pemerintahan mendatang harus menjunjung tinggi prinsip moral dan profesionalitas. Sebab akuntabilitas moral akan memberikan legitimasi dan dukungan rakyat, sedangkan profesionalitas akan menghasilkan pemerintahan yang produktif, efisien dan kompetitif. Untuk itu khususnya bagi para politisi dan pejabat tinggi negara seyogianya secara rendah hati mau belajar pada Nobel.
Oleh: Andika Putra Wardana Seni pertunjukan tradisional sering kali terpinggirkan di tengah derasnya arus globalisasi.…
Tegal, infobanua.co.id - Penjabat (Pj.) Wali Kota Tegal, drg. Agus Dwi Sulistyantono, M.M., membuka Musyawarah…
Tangerang, Infobanua.co.id – Pengurus DKM Masjid Roudhotul Jannah Taman Cipulir Estate Cipadu Jaya, Kecamatan Larangan,…
Jakarta, 22 Desember 2024 – VRITIMES, sebuah platform distribusi siaran pers yang berfokus pada wilayah…
WSBP kembali menunjukkan kinerja luar biasa dengan menerima penghargaan Indonesia Best Corporate Secretary Awards 2024…
Kuliah adalah salah satu fase penting dalam kehidupan seorang mahasiswa. Di masa ini, penampilan menjadi…