Menjadi Bangsa Besar
Oleh: Pribakti B
Sejarah menunjukkan bahwa bangsa-bangsa besar di dunia selalu muncul, tumbuh jaya , dan akhirnya tumbang. Pada zamannya, bangsa Mesir menjadi idola bangsa lain karena kebesarannya. Kejayaannya begitu memesona bangsa lain sehingga menjadikan contoh ideal dunia pada zamannya. Seperti juga pada masa kejayaan Napoleon: mode pakaian, bahasa dan gaya hidup orang Perancis pun menjadi gaya Eropa. Tetapi , setelah Napoleon jatuh, lenyap pula kebesarannya.
Di kepulauan Nusantara ini pun terjadi cerita yang sama. Pada waktu kerajaan Sriwijaya berkembang, armada kapalnya mendatangkan kecemasan pada kerajaan lain. Setelah sekian ratus tahun berjaya, muncullah kerajaan Majapahit. Kenangan terhadap kebesarannya terekam dalam banyak legenda, cerita rakyat dan karya sastra di hampir seluruh Nusantara. Namun semuanya kini telah lenyap, tinggal gema kenangannya terekam dalam kesenian.
Inilah kisah umat manusia. Inilah sejarah, yang kadang mampu menyuntikkan gairah semangat hidup kepada para ahli warisnya. Tetapi, apakah sebenarnya kebesaran itu? Apakah kebesaran suatu bangsa itu sama dengan kekuatannya? Apakah kebesaran itu terletak pada kekayaannya? Apakah kebesaran itu sama dengan banyaknya penduduk yang dimilikinya?
Bangsa besar yang dikenang manusia di dunia ini tidak selalu bangsa yang kuat angkatan perangnya, atau besar jumlah penduduknya. Contoh Athena hanya sebuah negara, kota yang kecil di wilayah pegunungan tandus daratan Yunani. Bahkan pernah dikalahkan negara tetangganya yaitu Sparta, yang lebih besar kekuatan militernya. Akan tetapi bangsa mana di dunia ini yang tidak mengenal berbagai warisannya? Nama warga Athena seperti Socrates, Plato, Aristoteles, tidak pernah absen dari berbagai buku yang ditulis pada hari ini.
Adanya orang besar terbukti dapat mengangkat bangsanya menjadi bangsa yang besar. Socrates, barangkali hanya orang miskin yang berjubah kumal dan kemana-mana berjalan kaki, tetapi berbagai pemikirannya yang cemerlang membuat kota Athena dan bangsa Yunani dihormati dunia. Begitu pula dengan Alfred Nobel yang mengangkat nama bangsanya, bukan karena kepintarannya tapi oleh sumbangan kekayaannya untuk kemanusiaan yang dibagi-bagi ke yayasan kebudayaan yang ada di seluruh dunia. Jadi kaya atau miskin, kuat atau lemah, besar atau kecil, masing-masing berpeluang untuk menjadi besar.
Kebesaran lahiriah yang dibangun atas kekuatan militer, kekayaan ekonomi, jumlah penduduknya dan keanggunan gaya hidupnya memang menjadi impian setiap bangsa. Tidak dapat disangkal karena kebesaran lahiriah dapat membangun kebesaran rohaniah pula. Umumnya bangsa besar dibangun dari sikap toleransi yang tinggi. Bangsa besar secara fisik dan rohani adalah bangsa majemuk. Bangsa besar secara harfiah karena jumlah rakyatnya yang besar. Dan rakyat itu terdiri dari berbagai ras, kepercayaan, dan budaya.
Mereka dipersatukan oleh suatu cita-cita bersama. Kebesaran jiwa dalam naungan toleransi mendasari tercapainya zaman besar mereka. Manusia-manusia berjiwa besar inilah yang membangun suatu bangsa menjadi bangsa besar. Cerita tentang krisis besar bangsa Amerika dimna terjadi pada waktu toleransi rasial , kepercayaan dan politik-ekonomi diuji. Ujian ini memakan korban, perang saudara. Hanya dengan dilandasi simbol toleransi dalam diri Abraham Lincoln, bangsa Amerika terhindar dari malapetaka kehancuran.
Pendeknya, orang harus belajar dari pengalaman orang lain. Orang yang tak mau peduli pada sejarah akan dikutuk untuk mengulangi kesalahan yang sama, yang pernah ditunjukkan oleh orang lain. Sesungguhnya tidak ada kekuatan langgeng yang didasari kebencian. Justru kekuatan bisa langgeng karena ada toleransi dan cinta yang abadi, Sebab disitu ada kemerdekaan. Dan kebesaran hanya dapat tumbuh di tanah subur kemerdekaan.
Mungkin Anda ingat, pernah pada zaman yang lalu Indonesia digambarkan sebagai macan yang sedang tidur. Orang menilai bahwa bangsa Indonesia memiliki potensi menjadi bangsa besar, macan yang ditakuti. Potensi kebesaran itu barangkali memang ada, mengingat besarnya wilayah, besarnya jumlah penduduk, alamnya yang kaya, dan keberagaman warganya. Tapi, apalah arti semua itu tanpa jiwa besar, yakni kesatuan cita-cita dan kemerdekaannya. Kita tidak hanya ingin menjadi bangsa yang kuat dan kaya , tetapi juga menjadi bangsa yang besar, yang melahirkan orang besar dari rahimnya. Semoga.