infobanua.co.id
Beranda Berita Diduga Ada Korupsi Dalam Pembelian Tanah dan Bangunan PT HBH di Cikini Senilai Rp634.000.000.000,00 Tidak Sesuai Ketentuan, Hasil Temuan BPPK Pada Perumda Sarana Jaya Jakarta

Diduga Ada Korupsi Dalam Pembelian Tanah dan Bangunan PT HBH di Cikini Senilai Rp634.000.000.000,00 Tidak Sesuai Ketentuan, Hasil Temuan BPPK Pada Perumda Sarana Jaya Jakarta

infobanua.co.id – PPSJ menyajikan akun Aset Tidak Lancar – Uang Muka Pembelian Aset senilai Rp1.255.213.140.236,00 dalam Laporan Keuangan TB 2020 (audited). Uang muka pembelian aset tersebut diantaranya direalisasikan untuk pembelian tanah dan bangunan milik PT HBH di Jalan Cikini Raya Nomor 107–109 Kelurahan Cikini, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat senilai Rp646.822.063.636,00 dengan rincian pembelian aset senilai Rp632.500.000.000,00, pengakuan hutang senilai Rp12.500.000.000,00 dan biaya jasa konsultan pembelian hotel senilai Rp1.822.063.636,00. Hutang tersebut merupakan pengakuan PPSJ untuk biaya yang belum dibayarkan dalam transaksi pembelian tanah dan bangunan PT HBH.

Pembelian tanah dan bangunan PT HBH senilai Rp645.000.0000.000,00 dilakukan pada tanggal 27 Maret 2019 yang dituangkan pada Akta PPJB Nomor 27 senilai Rp620.000.000.000,00 untuk pembelian tanah dengan SHGB No. 975/CIKINI seluas 3.272 m2 berikut segala sesuatu yang tertanam di atas tanah termasuk tanaman dan batu-batuan serta seluruh benda-benda dan atau peralatan dan atau perangkat keras maupun lunak yang merupakan satu kesatuan dari fungsi dan peruntukan bangunan dan Akta PPJB No. 28 senilai Rp25.000.000.000,00 untuk pembelian tanah dengan SHGB No. 1088/CIKINI seluas 316 m2.

Pembayaran yang telah dilakukan oleh PPSJ kepada PT HBH s.d. per 31 Desember 2021 adalah sebanyak enam kali senilai Rp634.000.000.000,00, sehingga sisa yang belum dibayar untuk melunasi pembelian tanah dan bangunan PT HBH senilai Rp11.000.000.000,00 (Rp645.000.000.000,00 – Rp634.000.000.000,00).
Hasil pemeriksaan terhadap proses pembelian tanah dan bangunan PT HBH di Cikini diketahui sebagai berikut :
a. Studi kelayakan dibuat mendahului surat penawaran PT HBH. PT HBH mengirimkan surat penawaran kepada PPSJ dengan nomor 1810B/DirKI/2018 tanggal 18 Oktober 2018 perihal penawaran hotel di Cikini dengan penawaran senilai Rp700.000.000.000,00. Kemudian PPSJ melakukan peninjauan ke lokasi hotel milik PT HBH di Cikini pada tanggal 26 Oktober 2018 yang dihadiri oleh Direktur Pengembangan, Direktur Administrasi dan Keuangan, SM Pertanahan dan Hukum dan Divisi Usaha serta Manajer Unit Perencanaan Pembangunan tanpa dihadiri oleh pihak dari PT HBH. Atas hasil peninjauan tersebut, kemudian PPSJ membuat Berita Acara Peninjauan tanggal 26 Oktober 2018 dengan hasil peninjauan bahwa kondisi fisik bangunan sedang dalam proses pembangunan 80% (pembangunan hotel 13 lantai). Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sebelum ada surat penawaran dari pihak PT HBH tanggal 18 Oktober 2018, PPSJ telah membuat studi kelayakan untuk pembelian tanah dan bangunan milik PT HBH di Cikini yaitu dengan menunjuk KJPP WJR berdasarkan atas Surat Perintah Kerja dari PPSJ kepada KJPP WJR Nomor 038.5/076.971 tanggal 10 Oktober 2018 dengan kesimpulan bahwa nilai investasi yang diperlukan untuk proyek pembelian tanah dan bangunan PT HBH di Jalan Cikini Raya senilai Rp627.756.000.000,00. Kemudian berdasarkan dokumen hasil kajian dan evaluasi diketahui bahwa studi kelayakan tersebut disetujui oleh Direksi PPSJ yaitu Direktur Pengembangan, Direktur Administrasi dan Keuangan dan Direktur Utama PPSJ pada tanggal 12 Desember 2018 dengan rekomendasi bahwa berdasarkan hasil kajian dan evaluasi terhadap dokumen properti serta analisis-analisis yang telah dilakukan dapat dilakukan investasi untuk pembelian aset tanah dan bangunan PT HBH di Cikini.
b. Pembelian tanah dan bangunan PT HBH di Cikini tanpa perencanaan yang memadai. Pembelian hotel PT HBH sebagaimana tertuang pada Kepgub Provinsi DKI Jakarta Nomor 405 Tahun 2019 diketahui bahwa PPSJ memutuskan dengan menggunakan mekanisme akuisisi saham, dan untuk dapat melaksanakannya PPSJ memerlukan rekomendasi/persetujuan dari Dewas. Selain itu, dalam hal merencanakan pembentukan anak perusahaan tertuang dalam Kepgub Provinsi DKI Jakarta Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengesahan RKAP PPSJ TB 2019 dalam Diktum Ketiga yang menyatakan bahwa dalam merealisasikan RKAP TB 2019, Direksi agar berpedoman kepada ketentuan yang berlaku serta melakukan langkah-langkah antara lain dalam huruf n yaitu memperoleh persetujuan Badan Pengawas dalam hal merencanakan pembentukan dan penyertaan modal pada anak perusahaan. Hasil pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa setelah adanya surat penawaran dari PT HBH dan hasil peninjauan lokasi hotel, Ketua Tim Investasi (SM Divisi Usaha) membuat Memo Intern kepada Direktur Utama tanggal 19 Februari 2019 perihal Rencana Investasi PT HBH di Cikini dengan rencana investasi berdasarkan dua alternatif yaitu akuisisi saham dan pembelian aset dengan perbandingan kelebihan dan kekurangan masing-masing pilihan investasi

Laporan Penilaian atas penawaran aset tanah dan bangunan PT HBH di Cikini antara lain menyatakan:
1) Dokumen kepemilikan atas tanah dan bangunan berdasarkan SHGB No. 975 dan SHGB No. 1088, dengan luasan tanah 3.588 m2 dan bangunan vertikal 13 lantai dengan fungsi hotel seluas 22.350 m2;
2) Hasil analisis bisnis dengan besaran nilai investasi Rp653.302.200.000,00 dengan rincian nilai tanah Rp289.246.600.000,00, nilai bangunan Rp295.242.000.000,00, nilai Fix Furniture dan Equipment senilai Rp48.846.800.000,00 dan Operating Equipment senilai Rp19.966.800.000,00; dan
3) Saran atas hasil laporan penilaian penawaran aset diusulkan dapat dipertimbangkan untuk disetujui dengan nilai kepemilikan penuh dengan pertimbangan sebagai peningkatan recurring income perusahaan.

Hasil pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa hasil negosiasi harga antara PPSJ dengan PT HBH menyepakati nilai jual beli tanah dan bangunan senilai Rp645.000.000.000,00. Menindaklanjuti hasil negosiasi tersebut, PPSJ dengan PT HBH melakukan perikatan dalam Akta PPJB Nomor 27 dan 28 tanggal 27 Maret 2019 dihadapan Kantor Notaris YLE S.H.. M.Kn dengan nilai total perikatan senilai Rp645.000.000.000,00. Atas transaksi tersebut pihak PPSJ telah melakukan pembayaran senilai Rp634.000.000.000,00 yang belum mendapatkan persetujuan dari Dewas. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembelian aset tanah dan bangunan PT HBH berbeda dengan hasil kajian sebelumnya yaitu dengan mekanisme akuisisi saham.

Akan tetapi setelah proses pembelian aset di atas, pihak PPSJ kembali menyampaikan surat kepada Gubernur dengan Nomor surat 1213/-072.26 tanggal 26 Desember 2019 yang menyebutkan bahwa rencana atas pembelian aset dengan mekanisme jual beli aset untuk dialihkan menjadi pengambilalihan saham kepada PT HBH dengan PPSJ menyampaikan bahwa pengambilalihan saham PT HBH akan jauh lebih efisien dari segi biaya dan mempertimbangkan bahwa PPSJ telah mempunyai tiga alat produksi berupa bangunan hotel sehingga pembentukan anak perusahaan yang akan mengelola bisnis perhotelan dirasa sangat relevan dan dibutuhkan

Berdasarkan permohonan yang diusulkan kepada Gubernur atas persetujuan pengalihan pembelian aset tanah dan bangunan PT HBH di Cikini dengan mekanisme akuisisi saham PT HBH dari sebelumnya dengan metode pembelian aset tanah dan bangunan PT HBH di Cikini, Gubernur telah menyetujui pengalihan tersebut berdasarkan Kepgub Provinsi DKI Jakarta Nomor 611 Tahun 2020 tentang Persetujuan Kepada Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya atas Pembentukan Anak Perusahaan Melalui Akuisisi Saham PT HBH. Dijelaskan dalam Kepgub tersebut pada Diktum Kedua dinyatakan bahwa atas pemberian persetujuan kepada PPSJ atas pembentukan anak perusahaan melalui akuisisi saham PT HBH, PPSJ
c. Pembelian aset tanah dan bangunan oleh PPSJ belum diakui status kepemilikan aset dan tidak mendapatkan manfaat. Pembelian aset yang dilakukan oleh PPSJ atas Tanah dan Bangunan PT HBH diketahui bahwa masih belum dilakukan pelunasan, yang menyebabkan PPSJ masih mempunyai hutang usaha atas pembelian aset senilai Rp11.000.000.000,00. Namun sampai dengan pemeriksaan BPK berakhir, PPSJ belum melunasi pembelian aset tersebut karena sedang melakukan upaya untuk melakukan pembelian aset dengan mekanisme akuisisi saham Hotel PT HBH Cikini tersebut. Namun, atas pembayaran yang telah dikeluarkan sejak diterbitkan Akta PPJB tersebut, PPSJ belum mendapatkan manfaat berupa pendapatan atas pembelian aset tanah dan bangunan dan status kepemilikan aset masih belum menjadi milik PPSJ karena dalam Akta PPJB tidak diatur terkait tata cara pelepasan aset tanah dan bangunan tersebut. Hasil pemeriksaan pada Laporan Keuangan PPSJ Tahun 2020 (audited) diketahui bahwa Dewas memberikan catatan dan rekomendasi kepada Direktur Utama melalui surat dengan Nomor 033/DP-SRT/V/2021 tanggal 6 Mei 2021 Perihal Rekomendasi Atas Laporan Auditor Terhadap Laporan Keuangan Tahun 2020 yang antara lain menyatakan bahwa uang muka untuk PT HBH sampai dengan saat ini masih belum tuntas alih haknya padahal financial and legal due diligence sudah terbit pada bulan Oktober 2020 dan atas hal tersebut kemudian Dewas merekomendasikan dengan menyatakan bahwa untuk uang muka pembelian aset PT HBH, Direksi PPSJ segera menyampaikan hasil financial and legal due diligence nya kepada BPBPUMD sehingga segera dapat diputuskan, transaksi yang harus dilakukan harus sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan untuk penilaian aset tetap harus dilakukan mengingat catatan atas transaksi tersebut diberikan terkait dengan perubahan objek dan waktu transaksi yang semula membeli alat produksi menjadi akuisisi perusahan.

Ratama saragih pengamat kebijakan publik dan anggaran sangat meyangkan kondisi tersebut sebab ada uang Negara ratusan miliar tak jelas larinya kemana, karena dalam Rekomendasi BPK nomor.8A/LHP/XVIII JKT/04/2023, tanggal 8 April 2023 menyatakan bahwa BPK merekomendasikan kepada Direktur utama PPSJ menyelesaiakn status dan kepemilikan serta status uang senilai Rp. 634.000.000.000,00 keberadaannya.

Ironisnya sebut Jejaring Ombudsman ini bahwa PPSJ sudah mengajukan permohonan Legal Opini kepada Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara (Asdatun) Kejati DKI Jakarta berdasarkan surat Nomor 1566/-075.5 tanggal 26 November 2021 dan telah dilakukan pemaparan awal pada tanggal 13 Desember 2021, namun BPK masih saja menemukan permasalahan yang belum selesai.

Ratama/IB

Bagikan:

Iklan