infobanua.co.id
Beranda Daerah Rendi Bandar Tramadol dan Hexymer dengan Modus Jual Kosmetik Sombong Menantang Awak Media

Rendi Bandar Tramadol dan Hexymer dengan Modus Jual Kosmetik Sombong Menantang Awak Media

infobanua, Jakarta – bandar obat tipe G golongan HCL jen tramadol dan hexymer diwilayah kecamatan duren sawit jakarta timur berinisial (RENDI) berucap sombong dan menantang awak media “LU GA KENAL GUA YA, SILAHKAN TAYANG BERITANYA BILA PERLU SEPERTI LAYANGAN” karena di duga koordinasi dengan polres atau aparat penegak hukum yang sangat kuat dan merasa terbekingi.

Tokoh masyarakat yang juga ketua umum ttkdh Ir.H.Fadilah. geram.
“dengan maraknya toko obat keras tipe G golongan HCL jeni tramadol dan hexymer di wilayah jakarta timur khususnya duren sawit berharap institusi kepolisian atau aparat penegak hukum (APH) harus segera memberantas dan menindak toko obat/kartel yang merusak regenerasi bangsa,” tutur Ir.H.fadilah kepada wartawan

Temuan ini berdasarkan laporan warga sekitar tentang adanya peredaran obat obatan tipe G seperti Tramadol dan hexymer di Kec. Duren sawit.

Saat awak media menelisik lebih jauh, dan langsung menyuruh penjaga toko obat yang nama (MONI)untuk menelpo bos atau si pemilik toko obat tersebut. Ternyata benar penjualan obat tipe G golongan HCL jenis Tramadol dan hexymer diwilayah hukum Jakarta timur, tepatnya Jl. Masjid Al-Wustho No.9, RT.9/RW.7, Pd. Bambu, Kec. Duren Sawit, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13430

Dengan lantang bos atau pemilik toko tersebut yang bernama Rendi “lu ga kenal gua ya, silahkan tayang beritanya dan bila perlu seperti layangan” ucapan Rendi dgn nada sombong

Salah seorang warga yang bernama (reja) mengatakan saat di tanya awak media, “mereka menjual obat tramadol dan hexymer kepada anak anak muda, pengamen dan pekerja pabrik” ucap reja kepada awak media

Tempat terpisah, Ketua umum LSM-Masyarakat Cinta Nusantara (LSM-MACAN) Suwardi adji Pamungkas, menyikapi pemilik toko obat keras yg merusak putra putri regenerasi bangsa.

Pelanggaran Undang Undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 dan pelanggaran Undang Undang Farmasi nomor 7 tahun 1963. Sudah seharusnya Dinas Kesehatan, serta BPOM RI dapat menentukan sikap.

Aparat Penegak hukum (APH) khususnya Polda Metro Jaya harus membuka mata, atas menjamurnya obat keras tanpa izin edar, atau memang peredaran obat obatan tersebut dijadikan lahan basah untuk meraup pundi pundi keuntungan bagi kebanyakan oknum yang tidak bertanggung jawab,” tuturnya. (Nurman, IB)

Bagikan:

Iklan