Ancaman Korupsi Dalam Kekuasaan
Oleh: Pribakti B
Power is privilege! Kekuasaan memang punya sejumlah keistimewaan. Kekuasaan memang menggentarkan dan memesona banyak orang. Kekuasaan itu begitu mengagumkan. Karena itulah sejumlah orang akan terus berburu untuk meraih kekuasaan dan mempertahankannya selama mungkin, meskipun kekuasaan mempunyai sisi hitam yang bisa memabukkan dan membuat orang terperosok.
Terungkapnya kasus korupsi ZR, mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) atas kepemilikan harta satu triliun rupiah yang diduga sebagai makelar kasus sungguh sangat memprihatinkan. Tren itulah yang belakangan terjadi .Melalui media massa dan media sosial, sudah sering publik menyaksikan bagaimana dana negara yang diperoleh dari pajak rakyat atau penerimaan negara bukan pajak dipakai untuk urusan domestik sehingga kebutuhan makan keluarga, anak dan cucu seakan menjadi beban negara. Seperti kasus mantan menteri pertanian SYL. Itulah fenomena power is privilege yang dimaknai secara keliru.
Lalu mengapa korupsi dalam kekuasaan terus saja terjadi di republik ini? Sebuah pertanyaan sentral yang selalu dipertanyakan oleh masyarakat . Apakah ini karena kultur feodal? Dalam kultur feodal , pejabat tidak bisa membedakan antara milikmu dan milikku. Semua campur aduk, antara urusan negara dan urusan keluarga. Antara urusan privat atau urusan publik. Beberapa kasus korupsi di Tanah Air menggambarkan bagaimana urusan negara, urusan pemerintahan, bercampur aduk dengan urusan keluarga. Ada kasus dimana suami istetri sama-sama memegang jabatan di eksekutif dan legislatif, dan keduanya kemudian terjerat kasus korupsi . Keduanya kemudian mendekam di penjara.
Belajar dari kasus mantan pejabat MA dan mantan menteri pertanian di atas , dari sisi kepentingan publik, kontrol terhadap kekuasaan mungkin lebih penting. Selama ini ” hukum tidak lain kecuali kepentingan mereka yang berkuasa” . Oleh karena itu mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset akan menjawab bahwa pemerintahan baru Prabowo-Gibran punya keberpihakan bukan hanya kepada mereka yang kuat, melainkan juga kepentingan publik dan keberpihakan kepada pemberantasan korupsi.
Ketika korupsi dikekuasaan terus merajalela , ketika gejala nepotisme merambah kemana-mana , diperlukan langkah –langkah besar dari pemerintahan baru Prabowo-Gibran untuk menghentikan semuanya. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah menggolkan RUU Perampasan Aset.
Sebagaimana sering dipidatokan oleh semua presiden di republik ini, korupsi adalah musuh terbesar bangsa ini. Korupsi adalah musuh terhadap demokrasi. Korupsi mengurangi hak orang miskin atas hak sosial, ekonomi, dan budaya. Namun, korupsi tak bisa diperangi hanya dengan pidato dan retorika belaka. Butuh tindakan nyata dan konkret, semisal mengesahkan RUU Perampasan Aset. Aset hasil korupsi harus bisa dirampas untuk kepentingan rakyat karena tujuan koruptor yag tamak dan rakus adalah mengakumulasi kekayaan.
Pendek kata, ketamakan telah merobek inti republik untuk menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Padahal kekuasaan bukanlah untuk kepentingan keluarga dan kelompok karena kekuasaan itu datangnya dari rakyat. Sebagaimana pernah dikatakan Sultan Hamengku Buwono IX dalam bukunya ”Tahta untuk Rakyat”. Sudah saatnya kekuasaan didedikasikan untuk kepentingan rakyat. Kekuasaan harus dipakai untuk melindungi hak asasi manusia. Kekuasaan bukan untuk mengancam, seperti ungkapan jika tidak suka, silakan pergi dari sini, yang justru mengebiri kebebasan berpendapat . Kekuasaan harus didedikasikan untuk mengembangkan demokrasi. Dengan kekuasaan ditangan, ada peluang bagi Presiden Prabowo Subianto membersihkan bangsa ini dari korupsi. Bagaimana menurut Anda?