Categories: Opini

Bukan Bangsa Kuli

Oleh: Pribakti B

 

 

Kita harus jujur mengakui bahwa Republik Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Itu karena indeks korupsi tidak membaik, jumlah pengangguran bertambah. Korupsi adalah sebuah kata yang mudah dikatakan. Bagi Indonesia korupsi sudah menjadi jamak untuk didengar oleh telinga rakyat sehari-hari, namun menjadi sangat bias bagi para penguasa di Indonesia , termasuk di daerah-daerah . Sebagai bangsa , kita harus jujur mengakui itu semua!

 

Seandainya saya  penulis pidato Presiden Prabowo Subianto, itulah paragraf pertama yang akan saya tulis dalam pidato presiden di sidang MPR tanggal 20 Oktober 2024 yang lalu. Menggugah anggota DPR dan DPD dengan hentakan keras itu perlu. Membangkitkan gairah rakyat dengan mengakui kebobrokan diri sendiri adalah sikap kepemimpinan yang agung,

 

Jika mau jujur , rakyat sendiri sebenarnya berharap untuk ditanya pendapatnya tentang kondisi obyektif yang mereka hadapi sehari-hari. Secara alamiah , rakyat berharap pemerintah akan meminta bantuan mereka untuk ikut menyelesaikan masalah bangsa. Rakyat ingin dianggap. Rakyat juga menghendaki pemimpinnya mau mengakui kelemahan dan kesulitan yang dihadapi. Ini bukan berarti seorang pemimpin harus terus mengeluh dengan persoalan yang ada, tetapi dia mampu menciptakan mimpi  bagi rakyatnya.

 

Sejarah membuktikan perjalanan bangsa ini menunjukkan bahwa rakyat adalah aktor paling lentur dalam menghadapi perubahan lingkungan , terutama ekonomi. Ketika krisis menghantam Indonesia 1997 , para ekonom meramalkan Republik ini akan kiamat empat bulan kemudian. Tetapi, kiamat yang diprediksi dengan landasan data-data statistik tidak terjadi . Rakyat dengan caranya sendiri , bergerak secara tidak linier sehingga sayur-mayur, buah-buahan, kerajinan tangan dan industri rumah tangga lain tidak pernah sepi dari pasar. Ekonomi tetap tumbuh meski perlahan .  Semua itu menjadi cermin bahwa bangunan ekonomi rakyat begitu lentur.

 

Dengan tingkat kelenturan rakyat seperti itu, jika seorang pemimpin jeli melihat getaran nurani rakyatnya , maka tidak sulit baginya untuk mengukur gairah rakyat. Saya percaya jika rakyat ditanya tentang keinginan mereka yang paling tinggi akan dijawab, “Kami, rakyat, ingin sebuah mimpi” Dengan mimpi , kebanggaan sebagai bangsa dapat dibangun dan kesejahteraan rakyat dapat dikejar. Untuk itu Presiden Prabowo Subianto perlu membangun mimpi itu. Tanpa sebuah mimpi, resultan kebijakan yang diambil pemerintah akan lemah karena rakyat tidak bergairah. Malaysia membangun mimpinya melalui “Truly Asia”, Singapura melalui “Kiasu”

 

Lalu apa mimpi kita? Bung Karno dan Bung Hatta sudah menyediakan mimpi itu . “Bukan bangsa kuli” misalnya , adalah salah satu mimpi yang bagus. Ia bisa jadi cermin yang mampu menggugah kesadaran bahwa saat ini kita memerlukan paradigma baru pembangunan. Jika “bukan bangsa kuli” dipilih menjadi mimpi bersama , konsekuensinya adalah seluruh sumber daya politik dan ekonomi harus dipertaruhkan untuk pembangunan sumber daya manusia. Pendidikan dan program lain yang berkaitan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia harus menjadi fokus bersama (pemerintah dan swasta).

 

Tidak hanya itu. Supremasi hukum juga harus ditegakkan. Di negeri ini hukum sering bisa diperjualbelikan (baik dalam tanda kutip maupun tidak). Banyak pergusuran dilakukan dengan dasar nama hukum. Dalam beberapa kasus, sering di media sosial kita melihat pergusuran dilakukan atas nama hukum. Padahal kebenaran menurut hukum bisa direkayasa asalkan tujuan bisa dicapai. Ujungnya hukum diberlakukan dengan prinsip “belah bambu”. Injak yang bawah dan angkat yang atas! Jerit rakyat bawah tak perlu diperhatikan asalkan bambu bisa dibelah.

 

Padahal tujuan hukum modern, yakni untuk kemakmuran masyarakat, tidak bisa diciptakan karena penegakan hukum seolah tidak memiliki kewenangan dalam dirinya untuk memutuskan kebenaran dalam prinsip seadil-adilnya. Sekali lagi yang berkuasa adalah kolaborasi penguasa politik dan ekonomi. Meski dalam demokrasi dinyatakan rakyat berkuasa, Namun dalam kenyataannya rakyat tak memiliki kuasa. Yang berkuasa adalah uang dan keserakahan di pemilik uang. Akibatnya prinsip demokrasi dijalankan sesuai dengan keinginan politik para penguasa dan pemilik modal.

 

Pendeknya, apabila presiden sudah mendeklarasikan mimpi bersama, langkah lanjutan yang perlu diambil untuk mewujudkan mimpi bangsa adalah Presiden tidak ragu untuk reshuffle kabinet Merah Putih untuk menteri yang tidak perform, menurut kajian tim kepresidenan dan kacamata publik, harus disingkirkan. Tanpa itu, Presiden tak akan menggugah kami, rakyat dengan mimpi “ kita bukan bangsa kuli”. Tanpa kebangkitan itu, jangan berharap terwujud mimpi Indonesia Emas 2045!

infobanua

Recent Posts

Peserta Program CSR Lintas Fortuna Nusantara, Ahli Waris Petani di Sungai Dua terima Manfaat Jaminan Kematian Rp 42 Juta

BPJS Ketenagakerjaan atau BPJAMSOSTEK menyerahkan santunan Jaminan Kematian (JKM) sebagai wujud nyata perlindungan program Jamsostek…

5 jam ago

Pemkab Banjar Raih Penghargaan Kepatuhan Penyelenggaraan Pelayanan Publik 2024

Banjarmasin, infobanua.co.id - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjar raih penghargaan dari Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan…

12 jam ago

Banjarbaru Perkenalkan Program B2SA dalam Peringatan Hari Pangan Sedunia ke-45

BANJARBARU, infobanua.co.id – Pemerintah Kota Banjarbaru dengan semangat memperingati Hari Pangan Sedunia (HPS) ke-45 Tahun…

12 jam ago

Pemanfaatan “Artificial Intelligence” Bagi Jurnalis, Sebuah Keniscayaan

Jakarta, infobanua.co.id - Pemanfaatan Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence - AI) dalam dunia jurnalistik saat ini…

12 jam ago

Dedi Yon Bantah Aniaya Jipri, Siap Laporkan Balik

Kota Tegal, infobanua.co.id - Dihadapan awak media Cawalkot Terpilih 2024 Dedi Yon Supriyono membantah dirinya…

20 jam ago

Proyek Peningkatan Jalan Poros Dusun Cimider Sesuai Aturan dan Mendapat Apresiasi Masyarakat

Karawang, infobanua.co.id - Jalan beton di desa telah menjadi pilihan utama dalam pembangunan infrastruktur di…

20 jam ago