Pilkada 2024, Representasi Wajah Demokrasi Indonesia Kedepannya
Oleh: Metra Wiranda Putra
Setelah pesta demokrasi Pilkada 2024 berakhir, tepatnya pada 27 November lalu, Indonesia merayakan hari bersejarah dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak di seluruh nusantara. Namun, meskipun perhelatan ini berlangsung dengan penuh semangat, hasil partisipasi masyarakat di Sumatera Barat menunjukkan penurunan yang signifikan dibandingkan dengan Pemilu dan Pilpres sebelumnya. Angka partisipasi pemilih tercatat hanya 57,15% dari 4.103.084 daftar pemilih tetap (DPT), jauh dari target KPU Provinsi yang menginginkan 75%.
Penurunan angka partisipasi ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu yang paling mencolok adalah kejenuhan pemilih. Pada tahun 2024, masyarakat Sumatera Barat sudah tiga kali mengikuti pemilihan: pertama Pemilu dengan lima surat suara, kemudian Pemilihan Suara Ulang (PSU) DPD RI, dan terakhir Pilkada. Kejenuhan karena seringnya pesta demokrasi ini menyebabkan banyak pemilih merasa lelah dan enggan untuk kembali ke TPS.
Selain itu, lokasi TPS yang jauh menjadi kendala bagi pemilih, mengingat adanya pengurangan jumlah TPS yang menyebabkan jarak tempuh menjadi lebih jauh. Persyaratan yang rumit juga menjadi faktor penghambat, seperti keharusan untuk menunjukkan KTP atau biodata diri selain undangan C-Pemberitahuan. Selain itu, visi misi pasangan calon yang kurang menarik dan tidak relevan dengan kebutuhan daerah, ditambah dengan melemahnya kepercayaan terhadap janji-janji calon, turut berkontribusi pada rendahnya antusiasme pemilih.
Namun, ada juga faktor teknis yang mempengaruhi, yakni kurangnya sosialisasi yang masif dan merata oleh penyelenggara. Meskipun KPU sudah berusaha melakukan sosialisasi, hal itu belum dilakukan secara efektif dan tidak menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Sosialisasi ini cenderung hanya mencakup beberapa individu di lembaga-lembaga tertentu, tanpa menjangkau kalangan lebih luas, seperti generasi muda, terutama para pelajar.
Pelajar, khususnya yang tergolong dalam Generasi Z, memegang peranan penting dalam meningkatkan partisipasi pemilih. Generasi ini memiliki pengaruh besar karena jaringan luas serta kemampuannya beradaptasi dengan teknologi. Mereka aktif di platform media sosial seperti Instagram, TikTok, Facebook, dan Twitter, yang memungkinkan penyebaran informasi lebih cepat dan luas.
Lembaga pendidikan menjadi tempat strategis yang harus digarap lebih maksimal oleh penyelenggara Pilkada. Oleh karena itu, penting untuk merancang pola komunikasi yang efektif dan menyentuh langsung generasi muda. Salah satu cara yang sangat efektif adalah dengan memanfaatkan platform media sosial. Mengingat bahwa Generasi Z sudah terbiasa dengan dunia digital, pendekatan lewat media sosial bisa sangat efisien dalam menjangkau mereka.
Fenomena rendahnya partisipasi pemilih ini harus menjadi perhatian serius bagi penyelenggara Pilkada, khususnya KPU. Sebab, meskipun biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan pemilu dan Pilkada sangat besar, namun hasilnya belum maksimal jika partisipasi masyarakat rendah. Tingginya angka golput di Sumatera Barat menjadi tanda bahwa sosialisasi dan pendidikan pemilih belum cukup efektif.
Penulis berpendapat, untuk meningkatkan partisipasi di Pilkada berikutnya, KPU perlu melakukan evaluasi mendalam mengenai metode sosialisasi yang digunakan. Sosialisasi harus lebih masif, terarah, dan merata, tidak hanya mengandalkan pendekatan konvensional, tetapi juga melibatkan penggunaan platform digital dan media sosial yang lebih luas. Penyebaran informasi juga harus mencakup semua elemen masyarakat, termasuk akademisi, pelajar, aktivis, dan organisasi sosial.
Selain itu, perlu ada revisi Undang-Undang Pilkada yang lebih relevan dengan perkembangan zaman dan memperhatikan kearifan lokal masyarakat Indonesia. Dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat dalam perumusan kebijakan, termasuk generasi muda, diharapkan partisipasi pemilih akan meningkat pada Pilkada berikutnya.
Pekerjaan rumah (PR) bagi penyelenggara Pilkada adalah memastikan bahwa demokrasi tetap berjalan dengan lancar dan partisipasi pemilih semakin meningkat. Sebagai pemilih intelektual dan pemimpin masa depan, pelajar memiliki peran yang sangat penting dalam memastikan keberlangsungan demokrasi Indonesia. Oleh karena itu, KPU dan semua pihak terkait harus terus berupaya memperbaiki dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan Pilkada di masa mendatang.
Penulis berharap agar evaluasi menyeluruh dilakukan untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia, agar seluruh lapisan masyarakat dapat merasa terlibat dan berpartisipasi aktif dalam menentukan arah kepemimpinan daerah dan negara.
Ketua Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama Sumatera Barat