Oleh: Pribakti B
Terus terang saya tak pernah berhenti takjub betapa kita melekat pada teknologi. Teknologi membantu kita terhubung dengan jaringan internet dunia dan bisa mengakses siapa pun yang terhubung dengan jaringan sosial di seluruh dunia. Misalnya, tak ada lagi yang terbentang antara kita dan selebritas favorit kita. Mereka yang sudah kita kenal, apakah kenal dekat atau hanya sekadar kenal, kita dapat mengakses langsung pemikiran mereka tanpa harus bersusah payah bertemu atau bercakap-cakap dengan mereka. Cukup dengan mengikuti mereka lewat status twitter dan facebook mereka , atau dari blog mereka di internet.
Jaringan sosial itu ujung-ujungnya bak sebuah catatan harian raksasa bagi warga internet untuk mencurahkan isi hati, pemikiran dan wawasan mereka. Seperti mengungkapkan pikiran-pikiran pribadi, opini, prasangka, amarah, kebencian, cinta mereka serta menu sarapan, makan siang atau makan malam yang mereka santap. Juga kemana mereka berlibur dan apa yang mereka lakukan di akhir pekan.
Bagi mereka yang lahir di era smartphone, komputer tablet dan internet, teknologi adalah bagian penting kehidupan dan keberadaan mereka, mirip dengan udara yang kita hirup setiap saat. Ketergantungan itu sudah sedemikian rupa sehingga bila lupa membawa ponsel , bernafas dan hidup menjadi terasa berat sekali. Tidak terhubung dengan internet itu sekarang sama dengan hidup yang terkucilkan. Namun, ada risiko bahwa kehidupan maya bagi mereka menjadi lebih penting dibanding dengan kehidupan nyata.
Teknologi memang sangat berguna untuk memudahkan kita terhubung satu sama lain, untuk lebih produktif dan kreatif, dan untuk membuat kita menikmati lebih banyak kegembiraan dan permainan. Tetapi pada akhirnya, semua itu hanyalah sarana untuk meningkatkan kualitas hidup kita. Semua itu seharusnya tidak menjadi pengganti atau perlarian dari kehidupan nyata. Yang lebih penting lagi, teknologi mestinya bukan menjadi pengendali kehidupan kita.
Beberapa puluh tahun yang lalu, komunikasi dilakukan lewat telepon duduk yang tidak bisa kita bawa-bawa 24 jam penuh, tetapi bisa kita akses di rumah, di kantor atau di gardu telepon umum. Begitu juga sebelum ada e-mail kita berkomunikasi menggunakan surat, yang kita tulis , lalu kita masukkan ke dalam amplop tertutup, dan kirim lewat kantor pos atau dimasukkan ke dalam kotak surat.
Kendati demikian, semuanya berjalan baik-baik saja dan efektif. Kita bisa memenuhi janji temu, rapat bisa berlangsung, berita dan informasi bisa tersebar dan orang-orang bisa saling berkomunikasi dengan lancar . Dunia pun berputar dalam suatu realitas tiga dimensi. Melalui komunikasi secara langsung, mendalam dan nyata.
Memang teknologi memungkinkan kita memasuki dunia dimensi keempat yaitu dunia maya, walau didalamnya berisiko kehilangan dunia tiga dimensi . Sebagai gantinya , saat ini komunikasi berlangsung tiap menit lewat pemutakhiran status di twitter, akibatnya hubungan-hubungan kita pun menjadi sekadar pertukaran ribuan pesan, dan lalu lintas informasi terjadi dalam bilangan detik.
Kita bisa punya ribuan “teman” dan “followers” yang tak terhitung jumlahnya kendati kita tak pernah melihat atau berjumpa dengan satu pun dari mereka. Dan bahkan meskipun kita tak punya satu teman pun di kehidupan nyata untuk sekadar menemani minum teh. Dunia maya menjadi idola walau tanpa kedalaman, kurang perspektif , dan sering kali lepas dari konteks, di mana komunikasi diwarnai dengan reaksi spontan, emosi seketika, dan kata-kata asal ceplos . Suatu kehidupan di dunia yang dihuni oleh manusia-manusia yang kurang memiliki ketahanan, pembosan, pengemban tugas rangkap semu. Suatu dunia yang menganggap teknologi bukan lagi sarana melainkan dunia yang menjadikan kita sarana teknologi.
Ini karena dunia maya membuat kita tidak pernah merasa kesepian, tetapi juga tidak membuat kita lebih bahagia, lebih puas, atau menikmati hubungan yang lebih baik satu sama lain. Sebagai manusia yang hidup di dunia tiga dimensi, pada akhirnya, yang bisa memberi kita kesenangan dan kepuasan sejati dengan interaksi sosial yang nyata dan bukan hanya interaksi lewat jejaring sosial berbasiskan internet.
Sebuah komunikasi yang nyata dan bukan hanya teks dan pemutakhiran status yang tiada henti, tapi suatu hubungan yang memuaskan dengan percakapan yang akrab diantara teman-teman dan orang-orang terkasih. Bukan pula sekadar bertukar opini dengan orang-orang yang tidak kita kenal. Interaksi tiga dimensi bukanlah interaksi yang melibatkan masing-masing orang di ruangan yang sama tetapi sibuk dengan perantinya, asyik dengan dunianya sendiri – terpisahkan dari mereka yang berada dekat di dunia nyata tetapi dekat dengan setiap orang lain yang berada di jejaring sosial.
Sesungguhnya, masuk kembali ke dunia tiga dimensi itu gampang-gampang saja. Pergilah berjalan-jalan di luar sejenak, menikmati pemandangan dan udara segar, atau berkumpul dengan teman-teman sambil ngopi dan ngobrol dari hati ke hati . Tentu saja tinggalkan atau matikan dulu gadget Anda. Sulit memang. Namun layak dicoba.
Jakarta – Kevin Erlangga Satriagung, mahasiswa Teknik Informatika dari Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, bersama…
Kota Tegal, infobanua.co.id - Musibah kebakaran kapal yang terjadi sejak pagi tadi sekitar pukul 03.00…
Sumut, infobanua.co.id - Sebanyak 174 personel Polda Sumut dari jajaran Polres terlibat berbagai pelanggaran sepanjang…
Memasuki tahun ajaran baru, memilih tas sekolah yang tepat menjadi salah satu persiapan penting. Tas…
Sejak awal tahun ini, Hisense Laser Cinema PX3-PRO sebagai perwakilan industri layar laser, telah berulang…
Jakarta, 27 Desember 2024 – VRITIMES, platform distribusi siaran pers terkemuka di Asia Tenggara, dengan…