infobanua.co.id
Beranda Opini Soekarno-Hatta yang Terlupakan

Soekarno-Hatta yang Terlupakan

Pribakti B

Oleh: Pribakti B

 

Setelah pensiun , saya banyak waktu untuk membaca biografi para pendiri Republik ini. Khususnya sang Proklamator Soekarno-Hatta. Beragam buku tentang biografi Soekarno dan biografi Hatta kini dapat ditemukan di hampir seluruh rak toko buku. Kendati demikian, sebagian besar ulasan biografi sang proklamator bangsa itu jarang mengulas sisi inklusivitasnya. Padahal , bagian ini merupakan sisi paling fundamental dan menarik dari Soekarno-Hatta yang patut mendapat ulasan tersendiri.

Soekarno-Hatta memang sudah akrab dan saling mengenal sejak lama. Dalam politik mereka bersatu , kadang berseteru. Keduanya sama sekaligus berbeda. Mereka seolah mencerminkan gejolak yang dialami bangsa ini, antara impian mewujudkan cita-cita luhur disatu sisi dan pahit manisnya kenyataan sejarah di sisi lain.

Soekarno lahir di Kampung Lawang Seketen, Surabaya , pada 6 juni tahun 1901, sementara Mohammad Hatta lahir di Kampung Aur Tajungkang, Bukittinggi, pada 14 agustus tahun 1902. Jadi, keduanya adalah generasi awal abad ke-20, ketika pemerintah kolonial Belanda mulai menerapkan kebijakan politik yang membuka kesempatan pendidikan bagi kaum pribumi agar bisa berpartisipasi dalam kebudayaan Barat Modern.

Kedua tokoh ini sama-sama berasal dari keluarga terpandang. Ayah Soekarno adalah seorang priyayi Jawa, Raden Soekemi Sosrodihardjo, yang berprofesi sebagai guru. Sedangkan ayah Mohammad Hatta adalah H. Muhammad Djamil , seorang ulama dari Batuhampar. Karena itu wajar jika mereka memiliki bakat sekaligus biaya yang diperlukan untuk memasuki lembaga-lembaga pendidikan Belanda.

Sebagai pelajar, keduanya kutu buku. Keduanya menilai, agar penjajahan adalah keserakahan kapitalisme sehingga perjuangan kemerdekaan pada dasarnya bertujuan menghapuskan penindasan manusia atas manusia, demi tegaknya keadilan sosial.Selain suka membaca, keduanya juga aktivis gerakan kemerdekaan, dan sering menulis di media. Ketika kuliah di Rotterdam, Hatta mendirikan Perhimpunan Indonesia  , sedang Soekarno saat kuliah di Bandung mendirikan Partai Nasional Indonesia . Keduanya memilih strategi perlawanan (non kooperatif) sehingga akhirnya ditangkap dan diadili Belanda. Keduanya pernah dihukum penjara dan diasingkan.

Menyadari akan keragaman rakyat Indonesia, Soekarno-Hatta menginginkan Indonesia  sebagai negara nasional bukan negara Islam. Bahkan Hatta adalah orang yang berperan dalam pencoretan, ”kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya” dari sila pertama Pancasila. Meski cenderung pada bentuk negara serikat, Hatta tidak mau mendukung gerakan separatis dengan alasan apa pun.

Sebagai nasionalis, mereka berdua tidaklah sekuler. Hatta adalah orang yang taat beragama dan berpendapat sila Ketuhanan Yang Maha Esa , bagi umat Islam , sama dengan tauhid. Soekarno memang bukan dari keluarga santri , tetapi ia rajin mempelajari Islam sejak di penjara Sukamiskin, lebih-lebih ketika dibuang ke Ende dan Bengkulu. Ia banyak menulis tentang Islam, dengan penafsiran-penafsiran yang berani.

Sejak zaman Jepang hingga dasawarsa awal kemerdekaan, Soekarno-Hatta seolah dwitunggal yang tak terpisahkan. Tetapi ternyata sejarah berkata lain. Pada tahun 1956, karena merasa tidak cocok lagi dengan Soekarno, Hatta mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden. Hatta mengaku tak sanggup menanggung beban moral sebagai orang yang duduk di pucuk tetapi tak berdaya untuk berbuat. Hatta tak berbuat salah, tapi ia malu pada rakyat yang mempercayai integritas dirinya jika tetap bersikukuh pada jabatannya.

Ketika pada tahun 1959 Soekarno menerapkan Demokrasi Terpimpin, Hatta mengkritik melalui karyanya, Demokrasi Kita (1960). Menurut Hatta sistem otoriter bertentangan dengan hakekat kemanusiaan, sehingga tidak akan bertahan lama. Tetapi ia juga menambahkan, ada baiknya Soekarno diberi kesempatan untuk membuktikan apakah ia berhasil atau gagal. Sejarah membuktikan , Soekarno gagal.

Namun meski berpisah secara politik, dalam hubungan pribadi , keduanya tetap dekat. Ketika dalam tahanan Orde Baru, Soekarno tidak diizinkan mendampingi anaknya yang mau menikah, Hatta bersedia menggantikannya. Ketika Soekarno sakit menjelang wafat tahun 1970, Hatta juga sempat menjenguknya dan berlinanglah air mata kedua pemimpin itu. Air mata yang penuh arti bagi mereka dan tentunya bagi kita semua.

Soekarno-Hatta dan Indonesia adalah seperti dua sisi yang tak terpisahkan. Soekarno adalah sosok besar dan sangat penting bagi bangsa Indonesia. Soekarno adalah Indonesia dan Indonesia adalah Soekarno. Demikian pula Mohammad Hatta dengan Bung Hatta Corruption Award nya. Salah satu kutipan  Hatta yang patut diapresiasi dan diteladani baik generasi muda maupun para pejabat dan para politikus masa kini: ”Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun, tidak jujur itu sulit diperbaiki” . Bagi Hatta, lebih baik  menjadi  mantan pejabat tapi terhormat, daripada menjadi pejabat tapi tidak terhormat. Suatu sikap yang kini terlupakan dan hilang dari umumnya elite politik kita.

Bagikan:

Iklan