Membangun Mentalitas Bangsa

Oleh: Pribakti B
Tulisan pendek ini saya buat sekadar menggambarkan bahwa betapa bangsa kita malas bekerja . Tetapi di sisi lain, mereka memiliki semangat kuat untuk cepat kaya dengan harta melimpah ruah. Ibaratnya, mereka seperti pemburu yang bernafsu mendapatkan banyak binatang buruan, tetapi tidak mau bersusah-susah pergi ke hutan. Akhirnya, yang mereka tempuh adalah jalan pintas yaitu berburu di kebun binatang tempat dimana sudah tersedia beraneka ragam jenis binatang.
Mentalitas bangsa yang seperti itu tergambar jelas dari banyaknya praktik korupsi pejabat pemerintah di negeri ini. Dengan korupsi, mereka tidak perlu bersusah payah mencurahkan segala daya upayanya guna mendapatkan kekayaan, tetapi cukup dengan menyalahgunakan wewenang ataupun kekuasaan yang dimilikinya. Padahal ingin cepat kaya tanpa bekerja keras jelas menyalahi hukum alam, karena alam mengajarkan bahwa untuk menjadi kaya, kita harus bekerja sekuat tenaga dengan tetap mengindahkan aturan main yang ada.
Dengan patuh terhadap hukum alam ini sebenarnya secara langsung kita telah menjaga keseimbangan dan keselarasan hubungan antara kita dengan Tuhan, kita dengan sesama manusia, dan kita dengan alam semesta. Yang demikian ini otomatis terjadi karena hukum alam senantiasa mengajarkan perlunya dimensi etis-rasional guna mendapatkan kebahagiaan.
Pelanggaran terhadap ketentuan atau hukum alam hanya akan melahirkan kerusakan-kerusakan . Bukti nyatanya adalah akibat buruk yang ditimbulkan oleh praktik korupsi, dimana perbuatan itu jelas tidak menjaga keselarasan hubungan, baik dengan Tuhan, sesama manusia, maupun dengan alam semesta. Karena praktek korupsi ini, Indonesia menjadi negara miskin dan kesejahteraan hajat hidup orang banyak rusak.
Dengan kalimat lain, praktik korupsi mengantarkan kepada kemiskinan sosial. Yang demikian ini terjadi karena distribusi kekayaan negara menjadi tidak merata dan hanya berputar-putar mengelilingi segelintir atau sekelompok orang yaitu mereka yang memilki kewenangan, kekuasaan, atau mereka yang dekat dengan penguasa. Akibatnya , kesenjangan ekonomi semakin jelas, dimana kelompok kaya semakin kaya dan kelompok miskin semakin terpuruk tidak berdaya.
Tidak hanya itu, karena praktik korupsi ini, kerusakan itu juga berupa keengganan – bahkan ketakutan – para pemilik modal (dalam negeri maupun luar negeri ) untuk berinvestasi dengan pemerintah membangun perekonomian negara – takut dana yang diinvestasikannya akan raib tanpa pertanggungjawaban yang jelas. Padahal meski diakui bahwa pemilik modal ini menjadi salah satu pilar utama pembangunan negara , dimana dengan modal yng dimilikinya mereka dapat membantu pemerintah dalam hal penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat luas.
Mentalitas gemar melanggar hukum alam – berupa perilaku menerabas dan tidak mau bersusah payah-perlu ditinjau ulang untuk selanjutnya ditata kembali. Yang demikian ini penting guna menopang pertumbuhan pembangunan Indonesia, lebih – lebih negara kita belum mampu pulih dari krisisnya , baik pada aspeks sosial, politik, budaya, hukum maupun aspek-aspek yang lainnya.
Semangat atau ideal moral rekontruksi mentalitas ini adalah membangun keberdayaan segenap komponen bangsa, khususnya para aparatur negara yang didasari oleh kesadaran dan kepekaan yang bertanggungjawab untuk meneruskan cita-cita para pendiri Republik. Penekanan kepada aparatur negara ini sengaja saya tulis disini dikarenakan mereka adalah pihak yang diberi amanat untuk cita-cita rakyat.
Pada hakekatnya, aparatur negara adalah simbolisasi negara. Sementara negara itu sendiri adalah kumpulan cita-cita atau angan sosial seluruh rakyat dalam suatu wilayah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa aparatur negara sejatinya adalah pelaksana cita-cita segenap rakyat. Konsekuensi dari semua itu, maka sudah merupakan keharusan jika para aparatur negara memiliki mental yang handal dan berdedikasi tinggi sehingga berdaya guna. Dengan pembangunan mentalitas para aparatur negara, kiranya perilaku melawan hukum alam dapat ditekan, termasuk tentunya kegemaran berburu di kebun binatang .