Pemberian Sanksi di Sekolah Harus Bersifat Edukatif
BANJARMASIN – Sekolah bertujuan untuk membimbing, membina, dan memberikan berbagai macam pelajaran mengenai pengetahuan umum maupun pendidikan karakter kepada anak. Salah satunya melakukan bimbingan ketika anak tersebut bermasalah misalnya, sering terlambat masuk sekolah, sering membolos tanpa keterangan, susah menyerap pelajaran, dll.
Kondisi tersebut wajib bagi guru di sekolah memberikan perhatian khusus yakni pembinaan secara benar dan terarah.
“Anak ketika menuntut ilmu di sekolah menjadi tugas guru memberikan ilmu, membimbing dan mengarahkan agar anak menjadi pintar dan memiliki kepribadian yang baik serta berkhalak mulia,” kata Kepala Sekolah SMKN I Kota Banjarmasin Hj Agustin Purnomosari, Rabu (21/9/2022).
Kata Agustin, di SMKN I Kota Banjarmasin penerapan disiplin bagi anak mutlak dilakukan, misalnya anak harus mentaati peraturan yang diterapkan sekolah. Ketika ada aturan yang dilanggar, pihak sekolah berkewajiban mencari tahu penyebab dan mencarikan solusinya.
“SMKN I Banjarmasin melakukan studi tiru ke SMK Raden Umar Said dan SMK Pati mengembangkan pembelajaran yang bisa menyenangkan anak untuk belajar di kelas,” katanya.
Menurut Agustin, ketika ada anak yang terlambat masuk sekolah, ada macam-macam hukuman yang diterima anak dari sekolah. Ada yang disuruh hormat kepada bendera merah puith, menyapu ruang kelas, menyapu halaman, membersihkan toilet, dll. Tapi cara-cara hukuman seperti itu kurang efektif.
“Hukuman bagi anak yang bandel polanya durubah. Anak diarahkan untuk sadar tentang kesalahannya. Misalnya, anak kita suruh mengucap astagfirullah hal azi, ternyata lewat hukuman mengucapkan astagfirllah. Anak malah sadar dan tahu kesalahannya, hukumannya ini lebih efektif. Karena langsung menyentuh hatinya, memang anak melakukan kesalahan. Namun disisi lain anak dapat pahala,” paparnya.
Agustin mengatakan, system ruang belajar anak di kelas juga patut jadi perhatian. Ruang kelas harus lebih nyaman. Sekat ruang kelas terbuat dari kaca dibuat terbuka sehingga ada interaksi dengan guru. Model ruang kelas yang terbuka akan membikin anak merasa nyaman ketika belajar.
“Konsep belajar menyenangkan, jangan menakut nakuti anak. Guru itu harus tahu kondisi anak,istilahnya memanusiakan manusia,” katanya.
Kata Agustin, pihaknya tidak setuju dengan tindakan hukuman fisik yang dilakukan guru terhadap siswa. Hukuman terhadap siswa yang melanggar peraturan dan tata tertib sekolah tetap harus dilakukan. Bentuk hukuman yang diberikan berupa hukuman non-fisik. Hukuman yang diberikan harus bersifat mendidik dan membuat jera.
Berikut beberapa contoh hukuman non-fisik yang edukatif yang dapat diberikan kepada siswa yang melanggar peraturan dan tata tertib sekolah.
1) Terlambat masuk sekolah, tidak tepat jika diberi hukuman berupa cubitan. Siswa yang terlambat masuk sekolah sebaiknya diberi hukuman tidak boleh mengikuti satu sesi jam pelajaran. Siswa yang bersangkutan diminta belajar mandiri di perpustakaan sekolah. Jika siswa tersebut terlambat lagi maka dihukum untuk belajar mandiri selama 2 sesi jam pelajaran. Terlambat sampai 3x, maka diberi hukuman belajar mandiri selama 3 sesi jam pelajaran.
2) Rambut siswa gondrong, tidak tepat kalau hukumannya rambut dipotong oleh guru. Sebaiknya siswa tersebut diberitahu setelah pulang sekolah harus potong
3) Tidak mengerjakan tugas/PR, tidak tepat jika hukuman dalam bentuk dijemur di halaman sekolah. Hukuman dapat diberikan dalam bentuk siswa diwajibkan mengerjakan tugas tersebut di rumah dan sebanyak 2x lebih banyak. Jika tidak mengerjakan tugas/PR lagi, diberi hukuman mengerjakan sebanyak 3x.
4) Siswa berisik di dalam kelas pada jam pelajaran, hukumannya tidak perlu disuruh push up. Hukuman yang tepat adalah siswa yang bersangkutan diminta duduk di kursi guru. Jika yang berisik 2 siswa atau lebih, mereka diminta duduk di bangku paling depan.
5) Pakaian siswa tidak rapi kemudian dijewer tentu tidak tepat sebagai bentuk hukuman. Bagi siswa yang berpakaian tidak rapi, diminta untuk merapikan saja. Jika masih berulang, siswa tersebut diminta merapikan lagi dan dilaksanakan di depan kelas.
Pemberian hukuman siswa harus didampingi dengan pembimbingan dan konsultasi agar dapat dicari penyebab atau akar masalah mengapa siswa tidak terlambat masuk sekolah, tidak mengerjakan tugas/PR, berambut gondrong, berisik di dalam kelas, dan berpakaian tidak rapi. Jika diperlukan dalam pembimbingan dan konsultasi oleh guru BP atau wali kelas tersebut melibatkan orang tuas/wali siswa agar didapatkan solusi yang tepat. Sebagai penutup, surat pernyataan yang ditandatangani oleh siswa dan orang tua/wali siswa untuk mentaati peraturan atau tata tertib sekolah beserta sanksinya tetap diperlukan agar dapat menjadi pegangan pihak siswa, orang tua/wali siswa, dan sekolah.
Maulida Fitriani