infobanua.co.id
Beranda Opini Marhaban Ya Ramadan

Marhaban Ya Ramadan

Oleh: Pribakti B

 

 Banyak orang Islam yang menyambut kedatangan bulan Ramadan. Ini menunjukkan bahwa di mata mereka bulan ini memang bulan istimewa. Mereka menyebutnya bulan suci. Meski demikian, tidak semua orang yang menyambutnya dengan “gairah” itu mempunyai pandangan yang sama terhadapnya. Minimal bagi saya sendiri memandang bulan suci Ramadan lebih sebagai salah satu anugerah Allah. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya hamba-hamba Allah yang “sibuk” di akhir zaman ini seandainya tidak dianugerahi Ramadan. Satu bulan istimewa di antara 12 bulan yang nyaris didominasi kerutinan yang monoton dalam kehidupan kita.

Kesibukan kita yang begitu dahsyat – menurut anggapan kebanyakan kita – jarang kita konfirmasikan dengan diri kita sendiri apakah memang harus demikian. Tiba-tiba kita sudah sampai Ramadan lagi, padahal Ramadan yang lalu rasanya baru kemarin. Kelihatannya cuma sebentar , padahal sudah menghabiskan umur kita sekitar 12×30 hari. Mungkin di antara saudara-saudara , kawan-kawan, atau kenalan-kenalan kita yang bersama kita menjalankan puasa pada Ramadan tahun kemarin, ada yang sudah tidak menikmati Ramadan kali ini. Sudah melanjutkan perjalanannya , tepatnya sudah di panggil pulang.

Anehnya setiap kali Ramadan datang , kita seperti hanya terperangah sebentar. Sebentar menikmati dengan sepenuh jiwa raga atau dengan agak terpaksa , lalu kehidupan kita jalan kembali seperti biasa. Seolah-olah anugerah Ramadan tak meninggalkan bekas dalam diri kita, seperti orang yang bangun sebentar dari kelelapan tidur-membaca-baca atau sekedar menguap – lalu pulas tidur  kembali. Padahal bulan suci Ramadan, membawa kita kepada suasana  yang meruapkan aroma kesucian dimana-mana. Sholat Taraweh dan Witir, Tadarus Qur’an, khotbah-khotbah keagamaan dan kegiatan-kegiatan lain yang mengingatkan kehidupan akherat marak dimana-mana. Sikap kehati-hatian , khusyuk, santun , mengendalikan jari dan sikap-sikap kehambaan yang mendominasi tampilan hampir semua kaum muslimin.

Namun , ternyata kita ini seperti orang linglung yang tak menghitung  atau tak tahu berhitung . Orang sehat yang tidak linglung pasti akan mempersiapkan perjalanannya dan menghitung seberapa banyak dia memerlukan waktu dan bekal bagi perjalanannya itu. Coba kita hitung selama dan sejauh apa pun perjalanan hidup kita didunia ini, mungkin tidak sampai melebihi 100 tahun. Paling antara 60-70 tahun. Bandingkan dengan kehidupan akherat yang selama-lamanya. Berabad-abad sekalipun tak sebanding dengan selama-lamanya.

Kita dianugerahi Allah umur sehari sebanyak 24 jam. Berapa jamkah yang kita pergunakan untuk kehidupan dunia ini dan berapa jam untuk kehidupan akherat? Berapa jam untuk memusingi kehidupan duniawi kita dan berapa jam untuk berdzikir , misalnya. Padahal dalam setahun, kita dianugerahi umur sebanyak 12 bulan. Taruhlah sebulan, di bulan Ramadan kali ini , kita gunakan sepenuhnya untuk akherat, sepadankah dengan 11 bulan jika seluruhnya kita gunakan hanya untuk menyibukkan urusan duniawi? Ternyata urusan duniawi sangat menyita umur kita, jika kita tidak mau menyempatkan diri menghitung. Hanya menjalani begitu saja, mengikuti pola dan gaya hidup yang berlaku , tak jelas siapa yang mendesainnya.

Sesungguhnya Allah SWT yang menciptakan kita – yang ridhoNya merupakan tujuan hidup kita – telah mengingatkan kita untuk mewaspadai dunia kenikmatan yang menipu ini. Kenikmatan makanan yang dikesankan dunia seperti langgeng, terbukti cuma sebentar saja. Demikian halnya dengan kenikmatan-kenikmatan duniawi lainnya seperti kenikmatan  kedudukan, kekayaan ,  popularitas dan sebagainya. Kenikmatan dunia yang menipu itu bagaikan rokok bagi pecandu rokok- kenikmatan yang satu menggoda untuk menikmati kenikmatan berikutnya, demikian seterusnya tak habis-habisnya, hingga umur kita tiba-tiba dihabiskannya.

Kenyataan sedemikian mencolok ini memperlihatkan kepada kita akan bukti kepalsuan dan tipuannya. Berapa banyak lingkungan rusak akibat mengejar  kenikmatan  duniawi ? Berapa banyak ikatan persaudaraan kemanusiaan terentas olehnya? Berapa banyak bencana diakibatkannya ?  Bila kita menyadari sedikitnya  alokasi waktu dan perhatian kita untuk kepentingan akherat yang lebih abadi itu sudah selayaknya kita menghitung ulang. Jangan seperti tabiat kita selama ini. Mengulang-ulang kesalahan  sepanjang hidup.

Maka kiranya kita lebih mempunyai kesempatan untuk melakukan “reformasi” atas diri kita sendiri di Ramadan kali ini. Cukuplah sudah kita disibukkan dengan apa dan siapa saja diluar kita selama ini. Tiba saatnya kita  mulai memperhatikan, memikirkan , mengoreksi dan memperbaiki diri kita sendiri. Pendeknya, dalam bulan suci Ramadan ini, selain menghidupkannya dengan ibadah yang biasa dan rutin, dapat dan insya Allah berpahala ibadah – mengisinya dengan melakukan tafakur dan perenungan bagi kita untuk lebih mendekatkan kepada Allah SWT yang menganugerahi bulan istimewa ini. Marhaban Ya Ramadan. Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadan 1444 H kawan!

Dokter RSUD Ulin Banjarmasin

Bagikan:

Iklan