infobanua.co.id
Beranda Opini Lakon Panjang Birokrasi

Lakon Panjang Birokrasi

Oleh: Pribakti B

 

Banyak hal yang menyebabkan reformasi birokrasi yang dijalankan pemerintah selama ini belum mnenunjukkan hasil yang signifikan. Salah satu faktor penghambat – dan itu cukup fundamental – adalah masalah mentalitas bangsa yang keberadaannya tidak mendukung reformasi birokrasi ini. Yaitu mentalitas suka menerabas (mengambil jalan pintas) demi mencapai tujuan tanpa mengindahkan aturan-aturan hukum ataupun asas yang berlaku. Parahnya  mentalitas seperti ini hinggap hampir di seluruh kelompok masyarakat (politisi, cendekia, pengusaha dan lain sebagainya).

Dari gambaran diatas, kiranya dapat dikatakan bahwa kelambanan reformasi birokrasi tidak semata disebabkan oleh mental sebagai para awak birokrat (yang menyimpang dari aturan hukum), tetapi juga disebabkan oleh mental sebagian masyarakat sendiri yang suka menerjang aturan-aturan yang berlaku. Siapa yang salah: masyarakat atau birokrat? Yang jelas , mereka yang tidak taat asas adalah pihak yang salah.

Tetapi demikian, kita tidak perlu terlalu larut dalam hal salah menyalahkan. Pembenahan mentalitas bangsa guna mendukung laju reformasi birokrasi dibutuhkan kekuatan yang memiliki daya paksa yang ekstra kuat. Kuncinya adalah supremasi hukum. Masalahnya menegakkan hukum di tengah-tengah masyarakat yang sedang apatis terhadap kekuatan hukum bukan pekerjaan mudah. Dan sekaranglah saatnya kita tunjukkan bahwa hukum hanya membela dan berpihak kepada kebenaran bukan kepada kekuatan (jabatan maupun kekayaan) dengan cara membangun mental batur di kalangan para birokrat

Istilah “batur” berasal dari bahasa Jawa. Yaitu pelayan profesional yang setia terhadap majikan. Karena profesionalisme dan kesetiaan itu, seorang batur senantiasa berusaha sekuat tenaga meringankan pekerjaan-pekerjaan berat yang dipikul oleh majikannya. Mental batur seperti ini sangat dibutuhkan dalam reformasi birokrasi. Tentu, mentalitas batur ini tidak hanya diperuntukkan bagi para aparatur pemerintahan semata, Tetapi juga untuk segenap masyarakat, mengingat bahwa reformasi birokrasi tidak akan berjalan dengan baik jika tidak ada keterlibatan secara aktif berbagai kelompok masyarakat.

Lalu, kepada siapa mental batur ini diabdikan? Tentu , mentalitas batur ini diabdikan untuk kemajuan negara demi mewujudkan cita-cita Indonesia merdeka. Dengan demikian, maka masyarakat yang berprofesi sebagai – misalnya – pengusaha bersungguh-sungguh menjalankan usahanya dengan tetap mengedepankan aturan-aturan yang berlaku, tidak main suap, kolusi dan lain sebagainya. Begitu pula dengan para aparatur pemerintah/negara. Mereka sungguh-sungguh menjalankan fungsinya sebagai abdi, pengayom dan pendorong masyarakat. Bukan malah menindas para bawahannya serta mengekspolitasi rakyat yang dipimpinnya.

Sudah barang tentu, mewujudkan mental batur di tengah-tengah kelompok masyarakat bukan hal mudah. Dalam kaitannya dengan upaya membangun mentalitas batur, hal pertama yang harus dilakukan adalah menggeser mentalitas kacung yang kini banyak menjadi penyakit masyarakat. Yaitu mental yang suka menjilat dan mencari muka. Orang yang bermental kacung ini biasanya giat bekerja ketika berada di depan atasan atau bosnya. Tetapi bila bosnya sedang tidak berada di tempat, dia bermalas-malasan dan ogah-ogahan. Orang bermental kacung ini juga sering memanipulasi fakta (membuat laporan palsu) demi menyenangkan atasan “asal bapak senang”. Juga, orang bermental kacung ini gemar menindas bawahan tapi menjilat atasan. Yang menjadi masalah besar, adalah banyak bos-bos yang suka dijilat oleh bawahannya.

Guna mewujudkan sekaligus meneguhkan mentalitas batur di tengah-tengah kelompok masyarakat, sungguh diperlukan suatu rekayasa sistemik, konseptual-pragmatis, dan berkelanjutan. Program-progaram, misalnya , penguatan , pemberdayaan dan juga penyadaran kewarganegaraan bagi masyarakat perlu ditingkatkan. Namun, desainnya harus jelas, yaitu membangun kesadaran partisipasi warga dalam pembangunan bangsa dan negara. Yang dimaksud dengan partisipasi disini adalah munculnya kesadaran dalam setiap warga negara bahwa dirinya adalah bagian dari Indonesia yang ikut bertanggung jawab atas nasib bangsa dan negaranya.

Begitu pula program-program peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur negara/pemerintah perlu ditingkatkan. Khusus bagai program peningkatan SDM aparatur ini penting kiranya menggunakan pendekatan manajemen pengembangan SDM, yaitu pendekatan yang memandang seluruh siklus pengembangan kepegawaian mulai dari perencanaan kepegawaian, pendidikan dan pelatihan, pemanfaatan, pembinaan kepegawaian dan penetapan imbalan sebagai suatu proses integral yang tidak terpisahkan.

Jika masing-masing kelompok masyarakat sudah bermental batur dalam kehidupan bernegaranya, niscaya informasi birokrasi akan segera menunjukkan hasilnya. Karena itu, hal mendasar yang wajib segera dilakukan adalah penyamaan persepsi tentang reformasi birokrasi itu sendiri, baik menyangkut maksud maupun tujuannya. Sebab, dengan persepsi yang sama ini akan didapatkan keseragaman tekad langkah. Menurut Anda, Bagaimana?

Dokter RSUD Ulin Banjarmasin

Bagikan:

Iklan