Republik Mafia
oleh: Pribakti B *)
Pertama kali membaca berita di media sosial tentang adanya mafia peradilan di Indonesia, saya benar-benar miris dan ngeri. Yang bikin ngeri rasa takut bukan hal peradilan itu sendiri, tetapi tentang mafia. Saya bertanya-tanya dalam hati , benarkah mafia telah masuk ke Indonesia? Sejak kapan? Siapa bosnya? Bagaimana kegiatan organisasinya? Soalnya, apa yang disebut mafia peradilan di Indonesia itu ternyata bukan Mafioso. Mereka cuma tikus-tikus rakus kecil yang sesungguhnya bisa diberantas oleh sistem kekuasaan yang bersih dan berwibawa, berani dan konsisten mengabdi kepada keadilan bagi rakyatnya.
Sesungguhnya yang namanya mafia adalah sebuah organisasi politik rahasia di Italia Selatan yang telah berkembang hampir dua ratusan tahun yang silam. Ia tumbuh dan berkembang dari persekongkolan kerabatan adat dan politik kekuasaan di daerah Sicilia. Organisasi politik rahasia di Sicilia itu kemudian memiliki pengaruh kekuasaan yang sangat besar di Italia sampai abad ke 19. Pengaruh kekuasaannya mengontrol hampir semua perilaku politik, hukum dan perdagangan di negeri itu. Pada tahun 1930-an organisasi ini nyaris dihancurkan dan dilarang oleh diktator Italia, Benito Mussolini. Tetapi pada tahun 1943 pasca perang dunia ke 2 organisasi rahasia ini muncul kembali dalam bentuknya yang lain.
Organisasi mafia yang kemudian juga dikenal sebagai Costa Nostra lantas berkembang dimana-mana, terutama di Amerika Serikat. Mereka memiliki jaringan dan pengaruh yang sangat kuat di politik pemerintahan, perdagangan , hukum dan tindak-tindak ilegal diluar hukum publik. Organisasi ini kemudian menjadi contoh model berbagai sindikasi kelompok tindak kejahatan terorganisasi di Jepang, Korea Selatan, Hongkong, Vietnam dan sebagainya. Geng-geng kriminal seperti Yakuza di Jepang atau Vientien di Vietnam inilah yang kemudian disalah artikan sebagai mafia. Mereka bukan mafia asli Sicilia.
Lantas bagaimana dengan tikus-tikus rakus kecil mafia peradilan di Indonesia yang sering diisukan diberbagai media itu? Walaupun mafia Indonesia itu bukan Mafioso, tetapi tetap harus diberantas sebagaimana orang memberantas tikus. Sebab mereka itu perusuh, rakus seperti tikus yang bikin rusak tatanan hukum , keadilan dan kesejahteraan orang banyak. Walaupun tak sedahsyat mafioso di Italia , tetapi mafia-mafia di Indonesia itu bukan hanya mafia peradilan saja.
Menurut laporan media sosial ada banyak jenis mafia di Indonesia. Ada mafia perpajakan, mafia pabean bea dan cukai, mafia perizinan, mafia perdagangan perempuan dan anak-anak , mafia Pembantu Rumah Tangga, mafia perjudian, mafia perdagangan narkoba dan psikotropika, mafia penculikan politik, mafia penculikan anak-anak, mafia pembalakan hutan, mafia penggelapan perpajakan dan penerimaan uang negara, mafia uang palsu, mafia ijazah aspal (asli tapi palsu), mafia kepangkatan dan jabatan, mafia RUU-perpu-perda dan “per-per” lainnya, yang intinya adalah mafia bisnis perdagangan peraturan.
Masih banyak mafia lainnya di Indonesia yang barangkali Anda bisa sebutkan sendiri di luar daftar yang dapat disimak dari laporan-laporan media sosial. Kebinekaan mafia-mafia di Indonesia pada dasarnya bukan mafia, tetapi persengkongkolan sindikasi tindak ilegal dan kejahatan publik . Mark up, korupsi, manipulasi, kolusi dan lain-lainnya hanyalah variabel teknik pelanggaran hukum publik yang sesat. Perilaku cacat hukum itu sesungguhnya bisa diberantas asal dengan syarat – adanya pemerintahan yang bersih, berwibawa , berani dan secara konsisten berniat untuk benar-benar bersih.
Negara China, Taiwan, Korea Selatan, bahkan Jepang telah banyak memberi petunjuk pengalaman yang berharga untuk disimak – mengapa mereka ada niat mau bersusah payah untuk memberantas penyakit sosial yang merugikan kepentingan orang banyak itu. Sementara kita tidak ada niat sama sekali. Dalam pandangan saya selama ini kesulitannya adalah kebiasaan perilaku aneh penduduk negeri ini. Makin diatur, makin dilanggar. Penyakit asosial itu seperti penyakit gatal-gatal. Semakin digaruk, semakin gatal rasanya. Makin diberantas, makin marak saja itu gairah pelanggaran tatanan hukum.
Agaknya kesan kecenderungan naluri perilaku animalis (maaf) itu masih sangat kuat di Republik ini. Apa itu? Kalau dilarang malah seperti disuruh. Ditarik mundur malah maju, didorong maju malah mundur. Begitulah kata para ahli psikologi animalis. Bahkan menurut para filsuf, manusia memang makhluk hewani tertinggi yang punya kecerdasan akal budi berlebihan. Perilaku paradoksnya sulit ditaklukkan. Jadi pantas saja semakin banyak mafia di tengah upaya penegakan hukum di Republik ini. Menurut Anda, bagaimana?
*) Dokter RSUD Ulin Banjarmasin