infobanua.co.id
Beranda Opini Ruwetnya Aturan Kita

Ruwetnya Aturan Kita

Pribakti B

Oleh: Pribakti B

 

Bayangkan, bila dunia hanya dihuni para makhluk hidup yang tak punya aturan. Atau bila hidup ini tak ada aturannya sama sekali. Sedangkan makhluk binatang yang dianggap liar  dan buas pun punya aturan hidup. Jelek-jelek, semut si binatang kecil, dan macan, binatang yang dibilang buas pun , punya juga aturan hidup. Bahkan , konon bila mereka sedang berkelahi, saling terkam, saling bunuh pun ada aturan mainnya. Silahkan di pikir-pikir sendiri bila adu jotos di ring tinju atau rebutan si bundar manis di lapangan tanding bola digelar tanpa aturan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan aturan adalah hasil perbuatan mengatur, tindakan atau perbuatan yang harus dijalankan, adat sopan santun, ketertiban, serta cara (ketentuan, patokan, petunjuk, perintah) yang telah ditetapkan supaya diturut. Keterikatan aturan adalah bergantung dengan di mana aturan itu dibuat. Contoh sederhana dari aturan adalah yang ada di rumah, sekolah, tempat kerja, tempat umum, jalan raya, dan masih banyak lagi. Inilah mengapa aturan adalah berhubungan dengan adat sopan santun atau norma.

Memang soal aturan buatan makhluk hidup, baik binatang maupun manusia sering sama-sama lucu dan aneh. Bedanya , binatang bikin aturan main karena naluri. Manusia bikin aturan konon karena naluri dan rekayasa akal budi. Akal sehat maupun akal bulus. Saya tidak paham mana yang lebih baik. Akal sehat atau akal bulus? Tapi yang sering saya dengar dari para cerdik pandai hanya aturan itu penting dan perlu untuk menciptakan ketertiban hidup demi peradaban manusia yang harus terus dikembangkan. Persoalan yang sering bikin gaduh adalah siapa pencipta aturan? Siapa pembuat dan penentu keputusan aturan? Untuk siap dan dengan tujuan apa aturan dibuat? Bagaimana cara mengatur dan melaksanakannya? Siapa mengawasi (jalannya) aturan? Ruwet dan panjang ceritanya.

 

Ada aturan – aturan yang terbilang undang-undang dalam bentuk hukum. Ada aturan dalam kahzanah adat. Ada aturan yang disebut tata tertib. Ada aturan yang disepakati sebagai etika. Pendek kata, ada banyak sekali aturan dibuat Manusia di muka bumi dengan keragaman yang tak terbilang dan untuk tujuan-tujuan berbeda yang tak terbilang pula. Lalu tertibkah manusia? Tidak!

 

Konon Gusti Allah-lah pembuat aturan pertama dalam sejarah dan itupun dilanggar. Agaknya semua orang sudah hafal hikayat Adam dan Hawa. Lantas , karena manusia terus saja bikin kisruh berkepanjangan di bumi dan para malaikat pun kewalahan mengatur perilaku cucu-cucu Adam dan Hawa , maka para nabi lantas dikirim dari langit untuk menertibkan bumi dan seisinya, terutama kelakuan manusia. Lebih baik? Tidak juga.

 

Aturan-aturan dari langit – dalam riwayatnya – banyak yang bertabrakan dengan aturan yang dibuat para penguasa bumi yang disebut raja, kaisar , presiden, kepala pemerintahan, para pemimpin negara yang terbilang sebagai eksekutor, para wakil rakyat di parlemen yang disebut legislator, para pelaksana , pengawas dan penegak hukum yang disebut ”Yang berwajib” dalam lembaga yudikatif.

 

Semua lingkaran komunitas sosial politik manusia dari RT, RW. lurah, camat, bupati, walikota, sampai gubernur , menteri, presiden dan para preman bikin aturan sendiri-sendiri demi ketertiban yang semakin bikin tidak tertib. Mengapa? Karena dalam riwayatnya  dulu ,manusia memang sudah tidak tertib dan menjadi pelanggar aturan secara asal usul. Adam dan Hawa contoh utamanya. Agaknya aturan dan pelanggaran lantas jadi drama permainan hidup turun temurun yang tak terhindarkan.

 

Kata kunci persoalannya masih tetap klasik, yaitu siapa pencipta dan pembuat aturan. Di banyak tempat masih terimbas pengaruh sejarah perilaku para Firaun. Aturan publik yang dibikin untuk para umat  ditentukan oleh siapa punya kekuatan., kekuasaan dan kewenangan yang artinya “yang dimenangkan”. Wewenang sangat sering menjadi alat manipulatif kekuasaan dan kekuatan dalam menciptakan, memutuskan, mengatur, melaksanakan dan mengawasi aturan untuk kepentingan orang banyak yang terabaikan dan dianggap tidak penting. Prioritas sepihak yang subyektif (demi kepentingan nasional) dijadikan dalih utama.

 

Politik perang Palestina dengan Israel dan para sekutunya menjadi contoh paling aktual di abad ini dalam hal manipulasi aturan yang ditunjang sistem kekuatan, kekuasaan dan wewenang. Seperti juga para “Penguasa” di Indonesia yang merasa punya kekuatan, kekuasaan dan kewenangan – dalam konteks berbeda menjadi penyontek kecil-kecilan manipulator aturan yang menyengsarakan banyak orang. Apa bedanya dengan Adam dan Hawa? Beda  dosa di taman firdaus dan di bumi adalah Adam dan Hawa menjadi pelanggar manusia pertama yang sendiri tidak menciptakan aturan. Tapi di bumi , kita menjadi manusia turunan yang bikin aturan sendiri dan dilanggar sendiri. Pastinya dosa kita jadi berlipat-lipat. Menurut Anda, bagaimana?

Dokter RSUD Ulin Banjarmasin

Bagikan:

Iklan