Korban Fikasa Group Kecewa dengan Putusan Pengadilan Tinggi Riau
KUASA hukum korban investasi bodong hingga miliaran rupiah yang diduga dilakukan oleh Fikasa Group, Dr Saiful Anam menilai putusan Pengadilan Tinggi Riau aneh dan ajaib.
Menurut Saiful Anam, berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 1155/Pid.Sus/2022/PN PBR menjatuhkan putusan penjara masing-masing 11 tahun dan denda Rp 10 miliar apabila tidak dibayar diganti pidana kurungan 6 (enam) bulan.
Namun, melalui banding yang diajukan Bhakti Salim dkk Pengadilan Tinggi Riau pada 11 Januari lalu mengubah putusan menjadi 3 tahun dan denda sebesar Rp. 10 miliar jika tidak dibayar harus diganti pidana kurungan 6 bulan.
“Hakim Pengadilan Tinggi Riau sangat tidak peka kepada psikologis korban. Kita tahu korban sangat menderita dengan adanya dugaan tindak pidana penipuan, penggelapan, tindak pidana perbankan serta pencucian uang yang dilakukan oleh Bhakti Salim dkk,” ungkap Saiful Anam dalam siaran pers, Senin 15 Januari 20224.
Dikatakan peraih gelar doktor dari Universitas Indonesia (UI) ini, potongan atau kortingan putusan yang dilakukan Pengadilan Tinggi Riau itu sangat luar biasa. Majelis hakim melihat terlalu sederhana perkara ini.
Masih menurutnya, mestinya tidak ada alasan yang memperingan kepada Bhakti Salim dkk. Mengingat kerugian yang ditanggung oleh para korban sangat besar.
“Korban juga begitu banyak serta sampai saat ini belum jelas kapan kerugian akan dikembalikan,” tegasnya.
Selain itu kata Saiful Anam, dirinya merasa curiga sejak awal atas putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Dirinya mengaku, putusan itu aneh bin ajaib. Dimana dalam putusannya justru memberikan prioritas kepada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk dan Altus Special Situations Asia dalam pengembalian dana sebelum kepada perwakilan korban.
“Banyak keanehan-keanehan perkara Fikasa ini, termasuk putusan Pengadilan Pekanbaru yang memberikan prioritas kepada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk dan Altus Special Situations Asia, padahal mereka tidak dijadikan saksi dalam proses penyelidikan dan penyidikan, bahkan tidak masuk dalam dakwaan,” ucapnya.
Senada dengan Saiful Anam, kuasa hukum lainnya Achmad Umar, melihat hakim yang memutus perkara tersebut tidak bijak melihat persoalan. Karena banyak yang menunjukkan ketidak adilan, selain pengembalian kepada perwakilan korban, putusan Pengadilan Tinggi dinilai secepat kilat, karena baru diputus 11 Januari 2024 putusannya langsung teruploade di Putusan Mahkamah Agung.
Danies Kurniartha, kuasa hukum korban lainnya sedang pikir-pikir apakah ada dugaan pelanggaran etik dan hukum baik pada putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru maupun Pengadilan Tinggi Riau.
“Jika ada kami tidak segan-segan akan mengadukan kepada Komisi Yudisial, Bawas Mahkamah Agung bahkan kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK),” pungkasnya.
Diketahui, Pengadilan Tinggi Riau pada 11 Januari 2024 lalu telah menerima permintaan banding Bhakti Salim dkk terkait dugaan kasus investasi hingga miliaran rupiah yang melibatkan Fikasa Group.
Dalam putusannya nomor 612/Pid.Sus/2023/PT PBR Pengadilan Tinggi Riau telah mengubah putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 1155/Pid.Sus/2022/PN PBR.
Putusan banding di Pengadilan Tinggi Riau itu Ketuai oleh Drs. Arifin, SH., M.Hum dan Hakim Anggota Didiek Riyono Putro, SH., MHum dan H. Baktar Jubri Nasution, SH., MH.