Dicari Negarawan Bukan Politisi
Oleh: Pribakti B
Di saat kritis dan serba tidak pasti sekarang, Indonesia benar-benar memerlukan para negarawan besar untuk memulihkan kepercayaan rakyat kepada institusi negara. Pertanyaannya, masih dapatkah kita berharap kepada partai politik untuk memenuhi harapan itu ? Untuk sekadar mengulangi perbedaan antara negarawan dan politisi, keterangan berikut masih baik disertakan. Negarawan adalah seorang yang bervisi ke depan untuk kebesaran bangsa dan negara jauh melampaui usianya. Kekuasaan baginya hanyalah sebuah wahana untuk mewujudkan cita-cita mulia politiknya demi tegaknya keadilan dan terwujudnya kesejahteraan bersama, dan untuk tujuan itu dia sangat rela menderita.
Sebaliknya, politisi adalah seorang pragmatis yang pada umumnya tunavisi, Tetapi syahwatnya terhadap kekuasaan demikian dahsyat. Dengan kekuasaan di tangan, banyak kenikmatan duniawi yang dapat diperoleh. Nyaris tak ada kepedulian terhadap tegaknya keadilan dan terciptanya kesejahteraan umum bagi semua. Kini , bangsa Indonesia sedang menanti kedatangan negarawan andal untuk memulihkan kedaulatan bangsa di bidang ekonomi ke tangan pemilik yang sah dari penguasaan asing dan agen-agen domestik yang sudah sangat dalam mendominasi jantung kekayaan kita. Manusia dengan mental seorang hamba adalah musuh cita-cita agung kemerdekaan kita.
Bagi pejuang sejati, masalah kedaulatan adalah sesuatu yang mutlak dimiliki sebuah bangsa dan negara merdeka. Harga diri dan martabat bangsa terletak di sana. Tanpa kedaulatan, kemerdekaan adalah ilusi. Trilogi Bung Karno masih relevan kita turunkan di sini: “ Berdaulat dalam politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan”. Persoalannya , situasi sejarah Indonesia sekarang sedang berada di tikungan sejarah yang sangat mencemaskan. Dimana kedaulatan kita, mengapa digadaikan? Apa yang ada di benak politisi dalam menyaksikan kedaulatan yang telah tergadai ini? Bila batinnya tidak terusik juga, lebih baik mereka hidup dalam kolonialisme, tidak di alam kemerdekaan. Iklim kemerdekaan harus bersih dari mental budak dan pecundang.
Seperti diketahui masalah serius yang diidap partai-partai politik adalah hilangnya kemandirian dalam hal keuangan karena sangat bergantung kepada dana negara, baik anggaran resmi maupun lewat cara-cara illegal. Selain itu, hampir tak ada partai politik yang secara sungguh-sungguh melakukan pendidikan politik untuk melatih kadernya menjadi negarawan. Dengan fakta ini, adalah sia-sia berharap dari partai politik dalam tempo dekat akan munculnya para negarawan.
Dalam keterbatasan masing-masing, para pemimpin partai politik dan pejuang kemeredekaan itu adalah kaum idealis kelas satu yang sepanjang hidupnya hanya mengenal pengorban demi pengorbanan dan situasi ketertindasan di bawah sistem kolonial. Sungguh sangat berbeda dengan sebagian besar elite partai politik sekarang yang menjadikan bangsa dan negara sebagai sapi perahan tanpa rasa malu. Sebuah partai politik tanpa idealisme untuk meraih sesuatu yang mulia dan besar mustahil akan melahirkan negarawan. Paling banter hanya memunculkan politisi rakus dan rabun ayam yang lebih merupakan perampok bangunan demokrasi yang sehat dan kuat, sesuaatu yang masih jauh dari harapan kita semua.
Dengan tingginya angka terpidana di kalangan menteri, gubernur, bupati dan walikota di seluruh Indonesia yang semuanya memakai kendaraan partai politik untuk naik, tidak ada kesimpulan lain yang tepat kecuali partai politik telah gagal mencetak para negarawan dan birokrat yang jujur sebagai pejabat publik. Akibat langsungnya adalah masyarakat luas belum terlayani kepentingan primernya. Akhirnya, sampai detik ini pertanyaan dalam bentuk “Quo vadis partai politik?” belum juga terjawab. Dengan demikian, tingkat peradaban demokrasi Indonesia yang tercermin dalam kelakuan elite partai politik masih sangat rendah, kumuh dan sarat masalah. Dengan kata lain, partai politik bukan sebagai penyangga negara, tetapi malah sebagai beban negara. Negara telah lama menjadi sapi perahan elite politik partai, terutama partai yang terlibat dalam mesin kekuasaan. Apakah Indonesia akan terus berada di lorong buntu ini?
Sebagai bangsa merdeka, mestinya lorong buntu itu diterobos secara berani melalui proses demokrasi. Dapatkah hasil pileg dan pilpres 2024 menjebol jalan buntu yang menghadang sistem demokrasi bagi tegaknya keadilan dan meratanya kesejahteraan rakyat? Mari kita beri jawaban positif terhadap pertanyaan kunci ini dengan membuang sikap apatis terhadap masa depan Indonesia, negeri yang sama-sama kita cintai dan sedang menanti pembelaan seluruh anak bangsa yang bebas dari mentalitas budak.
Dokter RSUD Ulin Banjarmasin