infobanua.co.id
Beranda Opini Jangan Melupakan Sejarah

Jangan Melupakan Sejarah

Pribakti B

Oleh: Pribakti B

“Jangan sekali-kali melupakan sejarah!”. Ini bukan kata-kata saya melainkan kata Bung Karno. Disingkat Jasmerah adalah semboyan yang terkenal yang diucapkan oleh Soekarno, dalam pidatonya yang terakhir pada Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1966. Saya setuju. Pengingkaran pada sejarah membuat bangsa sering jatuh pada kesalahan demi kesalahan. Berbagai kebijakan yang tidak memperhatikan sejarah membuat proses demokrasi menjadi mandek. Kesalahan sejarah dimulai sejak saat kepentingan politik dominan daripada kepentingan bangsa. Itu akan membawa luka sejarah. Sejarah yang termanipulasi membawa konsekuensi luka di hati masyarakat. Sebab , ketidakobyektifan sejarah merupakan akar semua masalah yang kita hadapi.

 

Ketidakpuasan terhadap realitas sejarah kerap diungkap dalam bentuk pelepasan diri sebagai bentuk pengingkaran cita-cita berbangsa. Itu yang sering dikatakan kekuasaan, yang merasa memiliki hak untuk menentukan sejarah. Padahal mereka tidak memperoleh apa yang menjadi haknya sebagai warga negara. Konflik-konflik yang terjadi saat ini merupakan manifestasi dari perasaan tidak puas dari sebuah kebijakan negara.

 

Sebetulnya kebiasaan melupakan sejarah terjadi di mana-mana. Dari negara demokrasi macam Amerika Serikat, kita bisa mencontoh bagaimana presiden Bush mengulangi sejarah kesalahan yang dilakukan oleh pendahulunya saat invasi ke Vietnam dilakukan. Bush mengulangnya di Irak dan Afghanistan. Dengan dalih memerangi terorisme, Bush menggunakan kekuasaannya pada kedua negara itu. Kita bisa melihat, sejarah kembali terulang disana. Rakyat Amerika Serikat sadar yang dilakukan Bush penuh kebohongan publik.

 

Di Indonesia, realitas bangsa ini juga terjadi seperti itu. Penguasa biasanya menginginkan sebuah kebenaran yang ditafsirkan dengan kata tunggal. Padahal , kebenaran itu tidak tunggal, tetapi sebuah proses dialog untuk saling berkomunikasi dalam sebuah perbedaan. Kultur sadar sejarah belum menjadi bagian proses pembelajaran bangsa. Harus disadari, sejarah berdirinya Republik ini karena adanya kesadaran bersama bahwa kita berbeda. Tetapi kita ingin bersatu karena dalam diri melekat cita-cita kemanusiaan yang adil dan beradab yang menjadi cara hidup bersama.

 

Cara itu diwujudkan dalam sebuah sistem pemerintahan Republik yang mengandaikan semua warga sebangsa terlibat bersama, Di dalamnya tidak ada diskriminasi agama, ras, suku dan golongan. Keindonesiaan itu menjadi final saat kita tidak mengenal kategori mayoritas- minoritas dalam agama, keturunan, suku dan seterusnya. Keindonesiaan itulah yang dicita-citakan Soekarno dan Hatta, sebagai bangsa yang memiliki peradaban.

 

Singkatnya bangsa yang memiliki peradaban diukur dengan parameter sejauh mana hukum melindungi wong cilik. Juga sejauh mana pendidikan mampu memberikan pencerdasan terhadap warga bangsa. Dengan kecerdasan itu, diharapkan bangsa ini memiliki kemerdekaannya sebagai bangsa yang mandiri dan berdikari. Realitas saat ini, sejarah sering dilupakan karena ambisi politik dan kepentingan elite-elite politik yang berkuasa.

 

Dengan memutarbalikkan sejarah yang menjadi landasan nilai bersama, kultur bangsa ini menjadi kabur. Kekaburan tersebut disebabkan karena sejarah keindonesiaan itu tidak pernah digali secara lebih mendalam. Kata “Indonesia” adalah sebuah pemberian dari Hindia Belanda, yang tekanannya bagi pemerintahan kolonial adalah ingin menyatukan nusantara dalam pangkuan kolonialisme.

 

Oleh karena itu jangan kemudian cara berpikir ini digunakan elite-elite politik kita untuk melihat “Jawa” sebagai pusatnya Indonesia dan lainnya sebagai subordinat. Pola berpikir seperti ini merupakan cara berpikir orang – orang yang tidak mengerti sejarah. Kekuasaan yang tidak mengenal sejarah akan membawa akibat kebijakan yang ditempuh menimbulkan konflik baru. Konflik itu  sebenarnya tidak akan terjadi bila penguasa memahami sejarah secara benar dan mendalam. Pertanyaannya, mengapa sejarah kerap dilupakan? Jawabannya , karena ketakutan dari status quo untuk tidak berkuasa lagi. Jangan-jangan , ini cara penguasa untuk mengelabui sejarah. Bagaimanapun, kebohongan sejarah pasti akan tercium.

Dokter RSUD Ulin Banjarmasin

Bagikan:

Iklan