Pengelolaan Proyek Feronikel Haltim Belum Optimal, PT Antam Dapat Rekomendasi BPK RI
Daftar isi:
HALTIM – Proyek Pembangunan Smelter Feronikel (FeNi) di Kabupaten Halmahera Timur (Haltim), Maluku Utara, yang dilaksanakan oleh PT ANTAM, menghadapi berbagai masalah pengelolaan risiko. Proyek ini merupakan bagian dari Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2015 tentang penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp3,5 triliun untuk memperkuat struktur permodalan dan meningkatkan kapasitas usaha ANTAM. Studi kelayakan Mei 2016 menunjukkan bahwa pembangunan tahap I membutuhkan dana Rp3,9 triliun dengan sebagian besar pembiayaan dari PMN.
Temuan Utama BPK
1. Keterlambatan Proyek:
- Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Nomor 64/AUDITAMA VII/PDTT/12/2014 tanggal 24 Desember 2014 menyatakan bahwa pembangunan workshop dan kantor di lokasi pabrik pengolahan feronikel terlambat karena perencanaan yang kurang memadai.
2. Aset Belum Dimanfaatkan:
- LHP Nomor 04/AUDITAMA VII/PDTT/01/2017 tanggal 13 Januari 2017 dan LHP Nomor 33/AUDITAMA VII/PDTT/05/2019 tanggal 31 Mei 2019 melaporkan bahwa aset bangunan proyek konstruksi P3FH belum dimanfaatkan, termasuk port dan jetty senilai Rp241,45 miliar dan fasilitas utilitas sementara senilai Rp1,89 miliar.
3. Kerugian Akibat Keterlambatan:
- LHP Nomor 19/AUDITAMA VII/PDTT/04/2021 tanggal 22 April 2021 menyatakan bahwa pengelolaan P3FH tidak optimal, menyebabkan keterlambatan proyek dan potensi kerugian:
- Pengadaan pembangunan proyek P3FH tidak tercapai tepat waktu, menurunkan perhitungan keekonomian proyek, dan belum menerima pendapatan denda keterlambatan penyelesaian EPC P3FH sebesar Rp7,97 miliar.
- Potensi biaya tambahan SDM dan pemeliharaan pabrik yang tidak beroperasi tepat waktu hingga TW I Tahun 2021 minimal sebesar Rp280,99 miliar.
- Kehilangan potensi pendapatan kotor selama 2019 dan 2020 sebesar Rp640,41 miliar akibat keterlambatan operasi pabrik feronikel.
- Pengadaan material kelengkapan sistem furnace P3FH sebesar USD246.082,56 telah kedaluwarsa sebelum digunakan, dan peralatan insulation and refractory sebesar USD3.907.769,03 belum dapat dimanfaatkan.
Dampak Kondisi Saat Ini
1. Pembangkit Listrik ANTAM (P3LA) Belum Beroperasi:
- Proyek Pembangunan Pembangkit Listrik ANTAM (P3LA) belum dapat menyediakan listrik untuk operasi P3FH.
2. Pabrik Feronikel Haltim (P3FH) Belum Beroperasi Komersial:
- P3FH belum dapat beroperasi secara komersial, menyebabkan penundaan dalam realisasi pendapatan dan utilisasi investasi.
3. Biaya Preservasi:
- P2FIP tidak dapat segera dimanfaatkan, sehingga ANTAM harus menganggarkan biaya preservasi.
Akibatnya, ANTAM berpotensi menanggung cost overrun minimal sebesar Rp97,38 miliar hingga Mei 2022 dan akan terus bertambah hingga smelter beroperasi. Selain itu, terdapat biaya tambahan berupa pengiriman monolithic yang kadaluwarsa dari Buli ke Pomalaa sebesar Rp725 juta, dan estimasi kebutuhan biaya untuk pengadaan baru serta penilaian peralatan sekitar Rp130,06 miliar. ANTAM juga berpotensi menanggung sunk cost atas biaya bongkar dan relokasi barang konsorsium BGP-DEP senilai Rp2,85 miliar (Tahap I sebesar Rp1,66 miliar + biaya persiapan tahap II Rp1,2 miliar) dan paket pekerjaan P2FIP yang tidak dapat digunakan maksimal sebesar Rp111,24 miliar (ADP Rp111,23 miliar + biaya preservasi Rp6,88 juta).
Pelanggaran Regulasi
Menurut Ratama Saragih, pengamat anggaran dan kebijakan publik, PT ANTAM sebagai perusahaan strategis nasional seharusnya tidak melakukan kesalahan yang merugikan keuangan negara. Beberapa regulasi yang dilanggar antara lain:
1. Peraturan Menteri BUMN Nomor 1 Tahun 2011:
- Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada BUMN, khususnya prinsip-prinsip akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran.
2. Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018:
- Pelaksanaan kaidah pertambangan yang baik dan pengawasan pertambangan mineral dan batubara, meliputi aspek teknik pertambangan dan tata kelola pengusahaan pertambangan.
Rekomendasi BPK
BPK RI mengingatkan jajaran Direksi PT ANTAM untuk mematuhi rekomendasi yang diberikan sebagai konsekuensi dari ketidakpatuhan dalam melaksanakan sistem kerja yang baik. Direksi ANTAM diharapkan segera menyusun contingency plan terkait proyek smelter Feni Haltim dan integrated risk assessment untuk P3LA dan P2FIP, serta melaksanakan langkah-langkah riil untuk menyelesaikan permasalahan terkait proyek smelter Feni Haltim. rtm