Hidup Jangan Lebay
Oleh: Pribakti B
Manusia adalah makhluk pemimpi. Impian adalah penghubung antara kenyataan dan harapan, antara yang telah terjadi dan akan terjadi. Sering kali , impian dan kenyataan itu berbanding terbalik. Semakin buruk kenyataan yang dihadapi, semakin indah impian yang diangankan. Reformasi 1998 adalah gerakan penuh impian. Nyatanya hingga kini masih banyak impian itu yang belum terwujud, sementara banyak pula masalah baru yang muncul. Seperti semakin masifnya penyebaran berita bohong, persekongkolan oligarkis, pelacuran intelektual, pelanggaran etik, politik dinasti, pejabat korupsi dan segala macam yang jelek-jelek.
Namun, tidakkah kita juga perlu melihat sisi terang dan memendam harapan? Bukankah dalam kitab suci Allah SWT menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan? Ada lelaki, ada perempuan. Ada malaikat, ada setan. Ada surga, ada neraka. Ada hujan, ada panas, dan seterusnya. Karena itu, bukanlah kebetulan jika kita dianugerahi Allah SWT dua mata, dua telinga, dua tangan dan dua kaki. Dua adalah keseimbangan. Tubuh perasaan dan pikiran kita dapat berfungsi seimbang berkat anggota badan yang berpasangan itu.
Dengan dua mata, kita dapat melihat objek dalam gambaran bentuk dan posisi yang tepat. Kita dapat membedakan yang indah dan jelek, yang jauh dan dekat, yang besar dan kecil. Itu untuk melihat benda-benda. Seharusnya, dalam menilai sesuatu, perasaan dan pikiran kita juga menggunakan dua mata, yang baik berhak mendapat penghargaan dan yang buruk pun berhak untuk diakui. Adapun kelebihan untuk diapresiasi dan kekurangan dikoreksi. Inilah keadilan. Sayang, manusia suka terbawa perasaan. “Mata yang cinta akan buta terhadap kekurangan. Mata yang benci sangat tajam mencermati segala kesalahan “. Dalam pepatah dikatakan, kalau orang sudah benci.
“Semut di seberang lautan akan kelihatan”, tetapi kalau sudah sayang. “Gajah di pelupuk mata pun tak kelihatan”. Perasaan berlebihan melahirkan kezaliman.
Pendengaran kita akan pas jika kedua telinga berfungsi dengan baik. Kita dapat membedakan bunyi, tinggi-rendah, jauh-dekat, indah-jelek. Begitu pula, selayaknya, kita mendengarkan informasi dari pihak-pihak terkait, jangan hanya satu pihak. Apalagi jika kedua belah pihak sedang berkonflik atau bersaing. Seperti halnya hakim di pengadilan, kita harus mendengarkan suara pihak-pihak yang berpekara.
Lagi-lagi, dalam praktik kehidupan sehari-hari, tak jarang kita sengaja menutup sebelah telinga. Kita hanya mau mendengarkan suara idola atau kawan kita. Lebih buruk lagi, kita hanya mau mendengarkan suara yang menyenangkan hati kita, dari manapun asalnya. Akibatnya, perasaan dan pikiran kita tidak seimbang, karena suara yang masuk menyelinap ke otak dan hati kita adalah suara yang sumbang.
Bagaimana dengan kaki dan tangan? Dua anggota tubuh ini adalah contoh kekompakan. Ketika kaki kanan maju, kaki kiri di belakang dan sebaliknya. Begitu pula, ketika berjalan, tangan kanan bergerak ke depan, tangan kiri bergerak ke belakang dan sebaliknya. Jika tangan kiri dan kanan maju bersamaan, kita akan tampak berjalan seperti robot. Aneh, kaku dan lucu.
Dalam kehidupan bersama, seperti halnya kaki dan tangan, ada saat ketika orang harus di depan, dan ada saat ketika dia harus dibelakang. Ada saat ketika dia diamanahi menjadi pemimpin, dan ada saat ketika dia menjadi yang dipimpin. Masing-masing punya peran dan fungsinya sendiri. Orang yang selalu ingin jadi pemimpin, atau yang selalu ingin jadi anak buah, suatu saat akan merusak keseimbangan.
Dengan demikian, kita perlu melihat hidup ini sebagaimana adanya, sesuai wataknya. Setiap sisi hidup manusia, termasuk politik, memiliki kelebihan sekaligus kekurangan, kebaikan sekaligus keburukan, positif sekaligus negatif. Jika kita hanya melihat sisi negatif, maka kita akan terlampau pesimistis hingga putus asa. Jika kita hanya melihat sisi positif, kita akan terlampau optimistis hingga sombong.
Karena itu, baik-buruk harus dilihat bersamaan. Ini bukan berarti kita pasrah-menyerah pada kenyataan tanpa perjuangan. Kenyataan yang baik memberi kita semangat sedangkan kenyataan yang buruk memberi kita tantangan. Hidup yang dinamis berada di antara keduanya. Kita harus melihat dengan dua mata, mendengar dengan dua telinga, bekerja dengan dua tangan dan berjalan dengan dua kaki.
Itulah keseimbangan hidup, termasuk dalam politik. Politik jangan sampai membuat kita lebay! Dan ada satu hal penting yang perlu kiranya disadari oleh kita. Sebagai manusia, kita tak akan bisa hidup tanpa impian. Sebagai bangsa , kita juga tak akan bisa bertahan tanpa impian. Tantangannya adalah bagaimana mewujudkan impian itu menjadi kenyataan. Untuk itu, diperlukan keyakinan dan keberanian.