IDI Perlu Bersikap Kritis dan Mandiri

oleh: Pribakti B *)
Selama tiga tahun terakhir , organisasi profesi IDI (Ikatan Dokter Indonesia) dihantam dari berbagai arah, diuji ketangguhannya dengan serangan yang datang tanpa henti. Terakhir yang menyedihkan adalah adanya aturan tidak berlakunya rekomendasi IDI dalam pengurusan surat ijin praktik dokter . Untuk itu sudah saatnya IDI perlu bersikap kritis dan mandiri.
Para pakar sosiologi pada umumnya berpendapat, salah satu ciri kelompok profesi adalah justru kemandiriannya. Kemandirian itu diperoleh bukan karena diberikan, melainkan karena pengakuan dari masyarakat karena kekhususan bidang ilmu yang mendasarinya. Karena masyarakat awam tidak memahami secara jelas hal-hal yang baik dan yang buruk dari profesi itu, maka mereka mempercayakan bahwa kelompok ini akan mampu mengatur diri mereka sendiri. Juga karena masyarakat percaya bahwa kelompok profesi ini akan selalu menjaga citra mereka serta menjaga kepercayaan masyarakat terhadapnya.
Ini berarti bahwa kelompok profesi tersebut harus mampu tampil sebagai kelompok yang tidak dibawahi oleh instansi lainnya. Hanya dengan posisi yang demikian itu, sebuah kelompok profesi, apalagi kelompok profesi ilmiah yang beranggotakan para sarjana, mampu mengatur dirinya sendiri demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadapnya.
Pandangan ini bukan pandangan yang liberal atau hanya berlaku di negara liberal karena pada hakikatnya kelompok profesi bukan kelompok untuk menghimpun kekuatan massa atau kekuatan politik. Ia adalah kelompok yang mengabdikan ilmunya untuk kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam mengatur diri dan dalam mengajukan hasil pikir mereka, mereka tidak boleh melepaskan diri dari ciri yang altruistik itu tadi, yang juga sangat sejalan dengan Pancasila. Ciri altruisme adalah salah satu prasyarat bagi sebuah kelompok profesi. Bahkan dalam negara yang sedang membangun ini mereka justru harus lebih banyak lagi menampilkan ciri altruisme ini melalui hasil pikir dan karya-karya yang nyata.
Untuk mandiri dan menampilkan ciri altruisme diperlukan kesiapan untuk berdiri pada jarak tertentu dri pemerintah, bukan dalam arti menjauhi, melainkan dalam pengertian siap mengiringi gerak pemerintah, dan jika perlu mengusulkan perbaikan jika ada langkah-langkah yang keliru. Pada beberapa kelompok organisasi ilmiah di Indonesia, kesiapan itu sering belum tampil. Bahkan tidak jarang yang justru ingin bergantung pada institusi pemerintah.
Sikap ingin menggantungkan diri kepada instansi pemerintah ini lebih banyak dilandasi pikiran agar ” tidak berbeda pendapat dengan pemerintah”, selain juga untuk memperoleh kemudahan-kemudahan dalam geraknya. Tidak disadari bahwa sikap ini justru lebih menampilkan ketidakdewasaan kelompok tersebut, yang berarti juga menunjukkan ketidakmampuan mereka untuk mandiri, yang pada ujungnya justru bukan membantu tetapi memberatkan pemerintah.
Akan sulit diharapkan dari mereka muncul karya-karya inovatif, yang merupakan langkah suplementasi dan komplementasi terhadap usaha pemerintah melaksanakan program pembangunan. Juga akan sulit diharapkan dari mereka kemampuan melihat pemerintah dari jarak pandang yang lebih obyektif. Karenanya tidak pula dapat diharapkan dari mereka sikap kritis, yang mampu membantu mengingatkan, jika ada langkah-langkah yang menyimpang dari cita-cita yang sudah digariskan.
Pada tahap pembangunan yang sekarang ini, dan dengan kemampuan pemerintah yang relatif akan semakin terbatas dibanding dengan keinginan yang semakin meningkat, justru diperlukan hadirnya kelompok-kelompok profesi yang dewasa, mandiri , dan tidak hanya menunggu sikap pemerintah.
Kelompok profesi yang mampu membangkitkan kesertaan masyarakat, dan sekaligus menaikkan rasa percaya diri pada masyarakat, bahwa mereka mampu menyelesaikan sebagian dari masalah mereka sendiri. Hal ini hanya dapat diperoleh dari kelompok-kelompok pemikir seperti IDI yang juga mempunyai rasa percaya diri yang kukuh. Tetap semangat IDI !!!
*) Mantan Sekretaris IDI Kalsel