infobanua.co.id
Beranda TAPIN Supiansyah Darham.,S.E.,S.H Advokat Beri Jawaban Akar Masalah AGM-TCT

Supiansyah Darham.,S.E.,S.H Advokat Beri Jawaban Akar Masalah AGM-TCT

Tapin, infobanua.co.id – Latar belakang permasalahan AGM-TCT pada Maret 2010, PT. Anugerah Tapin Persada (“ATP”) yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, diwakili Kurator membuat Perjanjian Kerjasama Penggunaan Tanah antara AGM dan ATP (“Perjanjian 2010”).

 

Inti Perjanjian tersebut adalah tukar-pakai tanah antar kedua belah pihak, sehingga:

ATP bisa pakai bidang tanah AGM seluas 1.824 m2 yang di sebelah timur Underpass Km. 101 untuk jalan hauling ATP, dan AGM bisa pakai bidang tanah ATP dengan luas yang sama di sebelah barat Underpass Km. 101 untuk jalan hauling AGM. (kedua bidang tanah disebut “Objek Perjanjian”)

 

Di dalam Perjanjian ada pasal-pasal yang menyebutkan bahwa: Perjanjian berlaku sepanjang tanah yang ditukar-pakai masih digunakan untuk jalan hauling. Perjanjian tidak berakhir dengan berpindahnya kepemilikan tanah. Perjanjian juga berlaku mengikat kepada para pihak penerus atau pengganti dari pihak yang membuat Perjanjian.

 

Pada tahun 2010 juga, Kurator melelang asset dan proyek ATP dan dibeli oleh PT. Bara Multi Pratama (“BMP”) sebagai pemenang lelang. Setelah itu BMP langsung menjualnya kembali kepada PT. Tapin Coal Terminal (“TCT”).

 

Sejak itu, TCT yang mengelola asset dan proyek pelabuhan dan jalan hauling ATP dengan menggunakan tanah tukar-pakai sesuai Perjanjian 2010 dan AGM menggunakan dan merawat tanah ATP yang telah digantikan TCT untuk jalan hauling AGM.

 

 

Timbul Permasalahan AGM-TCTj

 

8 Oktober 2021, jalan hauling AGM ditutup di atas tanah Objek Perjanjian sebelah barat Underpass Km.101 dengan menggunakan spanduk bertuliskan kurang lebih “Tanah ini berdasarkan SPPF milik Suparmin No. 140 tahun 2021 dikuasakan kepada M.A. Wibisono, dilarang masuk/melintas”. Kemudian spanduk dipindahkan oleh pihak AGM dan kejadian tersebut dilaporkan oleh AGM kepada Polres Tapin dengan dasar dugaan pelanggaran Pasal 162 UU Minerba tentang gangguan usaha terhadap usaha pertambangan yang sah.

 

13 Oktober 2021, tanah Objek Perjanjian tersebut kembali ditutup oleh Wibisono (pihak TCT) menggunakan 1 unit LV dan 1 unit DT. Jalan berhasil dibuka karena desakan masyarakat kontraktor hauling dan barging kepada TCT untuk membuka jalan dan ada mediasi dari Polres Tapin.

 

27 Oktober 2021, tanah Objek Perjanjian tersebut kembali ditutup oleh pihak TCT menggunakan 1 unit water truck yang menyerong di jalan. Kemudian Pihak AGM mengubah arah water truck dengan itikad baik agar jalan bisa kembali dilalui hauling kontraktor.

 

TCT berkirim surat kepada AGM yang mengatakan bahwa TCT sebagai pemilik tanah Objek Perjanjian di sebelah barat underpass Km.101 dan TCT merasa tidak terikat pada Perjanjian 2010. Kemudian AGM membalas surat tersebut dengan mengatakan bahwa AGM mempunyai hak untuk menggunakan tanah tersebut berdasarkan Perjanjian 2010.

 

 

Tindak Lanjut Permasalahan AGM-TCT

 

Masalah ke-3 kejadian penutupan jalan hauling AGM tersebut di atas kemudian dilimpahkan dari Polres Tapin ke Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Kalsel dan saat ini masih berjalan.

 

29 Oktober 2021, TCT melaporkan AGM di Direktorat Kriminal Umum (Ditkrimum) Polda Kalsel dengan dasar dugaan pelanggaran pengrusakan water truck (Pasal 406 KUH PIdana) dan masuk pekarangan (tanah Objek Perjanjian) (Pasal 167 KKUH Pidana).

 

24 November 2021, Ditreskrimum Polda Kalsel mengadakan Rapat Mediasi bagi AGM dan TCT di kantor Ditreskrimum. Dalam rapat tersebut, TCT mengajukan beberapa permintaan yang nilainya sangat tidak masuk akal, termasuk permintaan fee yang terdapat perbandingannya di pasar. Hal tersebut membuat tidak ada kesepakatan di dalam mediasi. Tetapi kedua belah pihak sepakat untuk bertemu kembai pada hari Rabu 1 Desember 2021 untuk kembali berunding. TCT benar-benar bergerak sepihak, karena selain masih ada proses hukum yang sedang berjalan, usaha-usaha mediasi juga masih dilakukan. Jika TCT mengajukan permintaan yang wajar dengan nilai normal di dalam mediasi, maka kesepakatan untuk penyelesaian masalah pasti akan tercapai.

 

24 November 2021, setelah rapat mediasi yang tidak tercapai kesepakatan, AGM secara resmi menggugat perdata terhadap TCT di Pengadilan Negeri Tapin, dengan tujuan agar Pengadilan memutuskan bahwa:

Perjanjian 2010 dinyatakan sah dan masih berlaku.

Perjanjian 2010 dinyatakan mengikat terhadap TCT dan TCT harus tunduk pada Perjanjian 2010.

AGM berhak menggunakan tanah Objek Perjanjian untuk jalan hauling.

 

25 November 2021, AGM bersurat kepada Kapolda Kalsel untuk memohon agar:

Polda tidak melanjutkan penyelidikan atas laporan polisi TCT terhadap AGM sampai adanya putusan Pengadilan Negeri Tapin yang berkekuatan hukum tetap, karena yang menyatakan berhak atau tidaknya AGM menggunakan tanah Objek Perjanjian adalah pengadilan perdata.

Polda melalui Direktorat Pengamanan Objek Vital (Pamobvit) membantu menjaga keamanan dan keberlangsungan operasional AGm sebagai Objek Vital Nasional.

 

 

 

 

 

 

Terkait dengan sengketa tanah yang berbuntut terhadap penutupan jalan hauling sejak 27 November 2021 di jalan underpass di Km 101, hingga berujung pemasangan police line oleh Polda Kalsel, Advokat Kalimantan Selatan, Supiansyah Darham, SE, SH, meminta kepada pihak Polda Kalsel agar dapat melihat persoalan lebih bijaksana. Karena tindakan itu menyebabkan masyarakat tidak bisa bekerja, sedangkan mereka butuh makan.

 

Advokat Kalsel yang dikenal kritis, Supiansyah Darham, SE,SH angkat bicara. Menyusul terjadinya penutupan jalan hauling yang menyebabkan ratusan pekerja, khususnya para sopir tidak dapat melakukan aktivitas angkutan batu bara seperti biasa. Ujungnya, para sopir dan keluarga kehilangan pendapatan untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarga.

“Silakan pihak perusahaan AGM (PT Antang Gunung Meratus) dan TCT (PT. Tapin Coal Terminal) bersengketa, selesaikan di Pengadilan Negeri (PN) Tapin. Tapi jangan lupa, perhatikan nasib para sopir. Saya berharap pihak kepolisian dapat melihat persoalan ini lebih bijaksana, agar dapat membuka police line. Kasihan para sopir, mereka semua dan keluarga butuh makan,” kata Supiansyah kepada koranbanjar.net, Rabu, (15/12/20210).

 

Supainsyah juga merunut kronoligis permasalahan antara PT. AGM dan PT. TCT. Menurut dia,

pada Maret 2010, PT.Anugerah Tapin Persada (ATP) telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, diwakili Kurator membuat Perjanjian Kerjasama Penggunaan Tanah antara AGM dan ATP (Perjanjian 2010).

 

Kemudian, jelasnya, inti dalam perjanjian tersebut adalah tukar-pakai tanah antar kedua belah pihak, sehingga ATP bisa memakai bidang tanah AGM seluas 1.824 m2 yang terletak di sebelah Timur Underpass Km 101 untuk jalan hauling ATP.

 

Dan PT. AGM bisa pakai bidang tanah ATP dengan luas yang sama di sebelah Barat Underpass Km 101 untuk jalan hauling AGM. (kedua bidang tanah disebut Objek Perjanjian)

Di dalam perjanjian ada pasal-pasal yang menyebutkan bahwa ;Perjanjian berlaku sepanjang tanah yang ditukar-pakai masih digunakan untuk jalan hauling.

Perjanjian tidak berakhir dengan berpindahnya kepemilikan tanah.

Perjanjian juga berlaku mengikat kepada para pihak penerus atau pengganti dari pihak yang membuat perjanjian.

Lalu, tahun 2010 Kurator melelang aset dan proyek ATP dan dibeli PT. Bara Multi Pratama (BMP) sebagai pemenang lelang. Setelah itu BMP langsung menjualnya kembali kepada PT. Tapin Coal Terminal (TCT).

“Sejak itu, TCT yang mengelola aset dan proyek pelabuhan dan jalan hauling ATP dengan menggunakan tanah tukar-pakai sesuai Perjanjian 2010 dan AGM menggunakan dan merawat tanah ATP yang telah digantikan TCT untuk jalan hauling AGM,” katanya.

Berikutnnya, timbul permasalahan antara PT. AGM dan PT. TCT

 

“Sejak itu, TCT yang mengelola aset dan proyek pelabuhan dan jalan hauling ATP dengan menggunakan tanah tukar-pakai sesuai Perjanjian 2010 dan AGM menggunakan dan merawat tanah ATP yang telah digantikan TCT untuk jalan hauling AGM,” katanya.

Berikutnnya, timbul permasalahan antara PT. AGM dan PT. TCT

HOT:  Traffic Light di Cempaka Banjarbaru Kembali Mati

 

Pada 8 Oktober 2021, jalan hauling AGM ditutup di atas tanah Objek Perjanjian sebelah Barat Underpass Km101 dengan menggunakan spanduk bertuliskan kurang lebih “Tanah ini berdasarkan SPPF milik Suparmin No. 140 tahun 2021 dikuasakan kepada M.A. Wibisono, dilarang masuk atau melintas”.

 

Kemudian spanduk dipindahkan pihak AGM dan kejadian tersebut dilaporkan AGM kepada Polres Tapin dengan dasar dugaan pelanggaran Pasal 162 UU Minerba tentang gangguan usaha terhadap usaha pertambangan yang sah.

 

Selanjutnya, pada 13 Oktober 2021, tanah Objek Perjanjian tersebut kembali ditutup oleh Wibisono (pihak TCT) menggunakan 1 unit LV dan 1 unit DT. Jalan berhasil dibuka karena desakan masyarakat kontraktor hauling dan barging kepada TCT untuk membuka jalan dengan mediasi Polres Tapin.

 

Berikutnya, 27 Oktober 2021, tanah Objek Perjanjian kembali ditutup pihak TCT menggunakan 1 unit water truck yang menyerong di jalan. Kemudian pihak AGM mengubah arah water truck dengan itikad baik agar jalan bisa kembali dilalui hauling kontraktor.

 

TCT berkirim surat kepada AGM yang mengatakan bahwa TCT sebagai pemilik tanah Objek Perjanjian di sebelah Barat underpass Km.101 dan TCT merasa tidak terikat pada Perjanjian 2010. Kemudian AGM membalas surat tersebut dengan mengatakan bahwa AGM mempunyai hak untuk menggunakan tanah tersebut berdasarkan Perjanjian 2010.

 

Sementara itu, masih menurut Supiansyah, masalah penutupan jalan hauling AGM di atas kemudian dilimpahkan dari Polres Tapin ke Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Kalsel dan saat ini masih berjalan.

 

Pada 29 Oktober 2021, TCT melaporkan AGM ke Direktorat Kriminal Umum (Ditkrimum) Polda Kalsel dengan dasar dugaan pelanggaran pengrusakan water truck (Pasal 406 KUH Pidana) dan masuk pekarangan (tanah Objek Perjanjian) (Pasal 167 KKUH Pidana).

 

Lantas 24 November 2021, Ditreskrimum Polda Kalsel mengadakan rapat mediasi bagi AGM dan TCT di kantor Ditreskrimum. Dalam rapat tersebut, TCT mengajukan beberapa permintaan, antara lain permintaan fee yang tidak dapat diterima AGM.

 

Hal tersebut tidak menemukan kesepakatan. Tetapi kedua belah pihak sepakat untuk bertemu kembai pada Rabu 1 Desember 2021 untuk berunding.

Diuga, TCT bergerak sepihak, sedangkan proses hukum sedang berjalan, usaha-usaha mediasi masih dilakukan. Jika TCT mengajukan permintaan yang wajar dengan nilai normal di dalam mediasi, maka kesepakatan untuk penyelesaian masalah dapat tercapai.

 

Pada 24 November 2021, setelah rapat mediasi yang tidak membuahkan kesepakatan, AGM secara resmi menggugat perdata terhadap TCT di Pengadilan Negeri Tapin, dengan tujuan agar Pengadilan memutuskan bahwa:

Perjanjian 2010 dinyatakan sah dan masih berlaku.

Perjanjian 2010 dinyatakan mengikat terhadap TCT dan TCT harus tunduk pada Perjanjian 2010.

PT.AGM berhak menggunakan tanah Objek Perjanjian untuk jalan hauling.

 

Kemudian, 25 November 2021, AGM mengirim surat ke Kapolda Kalsel untuk memohon agar

Polda tidak melanjutkan penyelidikan atas laporan polisi TCT terhadap AGM sampai adanya putusan Pengadilan Negeri Tapin yang berkekuatan hukum tetap, karena yang menyatakan berhak atau tidaknya AGM menggunakan tanah Objek Perjanjian adalah pengadilan perdata.

Selain itu, memohon Polda melalui Direktorat Pengamanan Objek Vital (Pamobvit) membantu menjaga keamanan dan keberlangsungan operasional AGM sebagai Objek Vital Nasional.

Nah, dengan serangkaian persoalan itu, Supiansyah Darham menyampaikan, dalam Pasal 162 UU Minerba No. 3 Tahun 2020 berbunyi, bahwa masyarakat yang mencoba mengganggu aktifitas pertambangan dalam bentuk apapun bisa dilaporkan balik oleh perusahaan dan dijatuhi pidana, bahkan denda hingga sebesar Rp100 juta.

 

Sedangkan dalam Pasal 406 (I) ditetapkan bahwa: “Barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hak membinasakan, merusak, membuat hingga tidak dapat dipakai lagi atau menghilangkan sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya kepunyaan orang lain, dihukum penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan,” jelas Supi.

 

Sebagaimana berita sebelumnya, ratusan sopir truk dan kaum ibu menuntut dibukanya police line di Km101 Kecamatan Tatakan Kabupaten Tapin, Senin (13/12/2021). Mereka turun ke jalan menggelar aksi damai menyampaikan tuntutan tersebut. Para sopir bersama keluarganya mengaku terpaksa turun ke jalan dan hanya mengemukakan satu tuntutan, supaya dibukanya jalan hauling untuk bisa bekerja lagi memenuhi kebutuhan keluarga.

 

Ditutupnya jalur angkutan batubara menyebabkan terhentinya aktivitas kerja dan berakibat tak bisa mencukupi nafkah keluarga. Aksi damai itu merupakan rentetan aksi susulan yang belum adanya kepastian dibukanya jalan hauling sebagai sumber penghasilan pencarian nafkah mereka.

“Kami kena dampak menganggur dan tanpa penghasilan setelah tidak bekerja karena blokade jalan di Km 101,” cetus seorang sopir.

 

Penutupan jalan hauling terjadi sejak 27 November 2021 jalan underpass di Km 101 dengan diberinya garis polisi oleh Polda Kalimantan Selatan yang diikuti blokade jalan oleh PT Tapin Terminal Coal (TCT).

 

Blokade adalah imbas dari sengketa tanah antara PT Antang Gunung Meratus (AGM) dan TCT yang kini sedang bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Tapin. Namun, berdampak kepada para pekerja.

 

Adapun aksi damai dimulai dengan long march para pekerja di Jalan Ahmad Yani Km 101, lantas berorasi di jalan hauling yang dilakukan penutupan sambil membentangkan spanduk.

“Kami hanya satu permintaan, Pak. Buka jalan ini supaya kami bisa bekerja lagi dan menafkahi istri dan anak,” cetus Trubus Santoso, seorang orato

Rel/IB

Bagikan:

Iklan