Majelis Masyayikh Laksanakan Sosialisasi Undang-undang Nomor 18 tahun 2019 Tentang Pondok Pesantren
Amuntai, infobanua.co.id – Sebagai upaya memperluas dan memperkuat pemahaman regulasi Undang-undang Pesantren, Majelis Masyayikh melaksanakan Sosialisasi Undang-undang Nomor 18 tahun 2019 tentang Pondok Pesantren di Pondok Rasyidiyah Khalidiyah (Rakha) Amuntai. Rabu (30/11/2022).
Dalam kegiatan tersebut dihadiri Penjabat (Pj) Bupati Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Ketua Mejelis Masyayikh Pusat, Ketua Yayasan Ponpes Rakha Amuntai, Ketua Rabithah Ma’ahid Islam Kalimantan Selatan (Kalsel), Ketua STIQ Rakha, Ketua PWNU Kalsel, serta pimpinan atau pengasuh ponpes se-HSU.
Ketua Umum Yayasan Ponpes Rakha diwakili Sekretaris Ponpes Rakha Rifan Syafruddin menyampaikan, masih dalam suasana euphoria merayakan Satu abad Ponpes Rakha, dengan berbagai satuan Pendidikan yang dimiliki hingga saat ini.
“Salah satunya kami tahun ini mulai membuka Al-Azhar corner, kita dijadikan salah satu cabang Al-Azhar, kalau masuk disitu dapat masuk Al Azhar tanpa tes,” ucapnya.
Ia menyebut, ponpes Rakha juga telah memiliki Mahad Aly, meskipun dalam pelaksanaanya banyak mendapat pertanyaan terkait seperti profil lulusan hingga arah kedepan.
“Kiranya diantara kita banyak yang bertanya Ma’had aly ini mau kemana, ijazah statusnya seperti apa, maka itu dengan adanya forum yang sangat berharga ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut,” ujarnya.
Sementara itu Pj Bupati HSU Raden Suriya Fadliansyah mengungkapkan, bahwa dengan dilaksanakan kegiatan tersebut memiliki arti penting dalam rangka meningkatkan wawasan, pengetahuan dan pemahaman terkait Undang-undang nomor 18 tahun 2019 tentang pondok pesantren.
“Pasalnya kita sebagai pimpinan dan pengurus lembaga pendidikan pondok pesantren sudah semestinya memiliki pemahaman yang komprehensif tentang undang-undang yang menjadi pedoman, dasar landasan hukum dan naungan dalam mengelola atau menjalankan pendidikan serta pembelajaran di pondok pesantren,” ungkapnya.
Ia menuturkan, pondok pesantren merupakan salah satu lembaga masyarakat yang didirkan oleh yayasan maupun organisasi yang bertujuan untuk membentuk insan yang berakhlak mulia, menanamkan ketaqwaan dan keimanan.
“Setelah ditetapkannya tanggal 22 oktober sebagai hari santri oleh Presiden Joko Widodo melalui kepress Nomor 22 tahun 2015, menjadi milestone bersejarah pengakuan eksistensi pesantren dalam berjuang untuk negara Indonesia, sekaligus membuka jalan bagi pengakuan secara utuh kepada pesanten yang trlah ada jauh sebelum kemerdekaan sebagai lembaga yang memiliki kekhasan dan keaslian atas kontribusi bagi perkembangan islam dan pemantik lembaga-lembaga islam di Indonesia” ungkapnya.
Disisi lain Ketua Majelis Masyayikh, Abdul Ghofarrozin, menuturkan, sosialisasi Undang-undang Pesantren perlu dilaksanakan untuk menjelaskan secara substansi isi dari Undang-undang sebagai pedoman dikalangan pondok pesantren.
“Sebab undang-undang ini merupakan rumah besar bagi kalangan pesantren karena perumusan hingga disahkan telah melalui proses panjang baik diusahakan, diperjuangkan dan diikhtiarkan oleh kalangan pesantren melalui proses yang panjang” ucapnya.
Ia juga menjelaskan, dalam Undang-undang Pesantren terdapat lima amanat utama, yakni rekognisi negara terkait dengan lulusan pesantren, kedua terkait dengan tradisi akademik, kemudian metode pembelajaran, otonomi tata kelola pesantren serta keragaman model.
“Prinsip dan norma dalam Undang-undang Pesantren ini diantaranya merupakan bagian dari Rekognisi, Afirmasi dan Fasilitasi negara pada Pesantren, Undang-undang Pesantren ini juga lahir dalam rangka peningkatan kualitas pesantren baik dari segi sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana dengan intisari 5 poin tersebut,” imbuhnya.
Fai/IB