DPRD Kabupaten Nunukan Setujui Perubahan Perda Pemberdayaan Mayarakat Adat
Nunukan, infobanua.co.id – Ini merupakan Angin segar bagi masyarakat adat dalam pembahasan melalui sejumlah Fraksi Fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupten Nunukan dan Juru bicara Fraksi-Fraksi di DPRD Nunukan saat sampaikan persetujuan membahas usulan perubahan Peraturan Daerah (Perda).
Dewan Perwakilan Rakyat daerah Kabupaten Nunukan Secara umum seluruh fraksi yang ada di DPRD Nunukan menyetujui pembahasan usulan perubahan pada Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan (Perda) Nomor 16 Tahun 2018 Tentang “Pemberdayaan Masyarakat Adat”, yang diusulkan Pemerintah Daerah pada Rapat Pariupurna ke-2 Masa Persidangan II yang digelar pada hari yang lalu.
Menurut Ahmad Tryadi selaku Melalui juru bicara Fraksi Partai Hanura menyetujui pembahasannya dilakukan sesuai tahapan-tahapan dalam rangka, penyelarasan, pembulatan, dan pemantapan Rancangan Peraturan Tersebut baik terhadap Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi maupun dinamika sosial masyarakat Kabupaten Nunukan. Ujar Ahmad Triyadi.
Fraksi Partai Hanura , meminta kepada Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD Kabupaten Nunukan membentuk Panitia Khusus (Pansus) guna menindaklanjuti pembahasannya.
Fraksi Partai Hanura juga meminta Pemerintah kabupaten Nunukan provinsi Kalimantan Utara untuk memfasilitasi pertemuan antara pihak masyarakat Dayak Agabag dengan Dayak Tegalan untuk melakukan islah,” kata Ahmad Tryadi.
Menurut Juru bicara fraksi Partai Demokrat (FPD) disampaikan langsung oleh bapak Gat Khaleb sebagai juru berpendapat bahwa persoalan utama Masyarakat Hukum Adat (MHA) di wilayah Kabupaten Nunukan dewasa ini semakin terjepit terbatasnya atau berkurangnya hak atas ruang hidup di atas tanah mereka sendiri.ujar putra kelahiran Long Midang Krayan.
Bahwa dengan terjadi pengalihan hak Masyarakat Hutan Adat atas wilayah adat secara sistimatis atas nama pembangunan dengan nama Hak Guna Usaha ( HGU ) di Taman Nasional, Hutan Lindung, dan lain-lainnya, kata Gat Khaleb, yang mengakibatkan Masyarakat Hutan Adat sudah tidak memiliki hak atas ruang hidup yang cukup.
“Hari ini saja, sudah terbatas atau tidak cukup, bahkan sudah tidak ada, Apalagi pada dua puluh hingga lima puluh tahun mendatang,” ujar Gat juru bicara Fraksi Demokrat.
Kondisi tersebut menurut Fraksi Partai Demokrat harus menjadi fokus perhatian atau landasan pijakan terkait revisi yang akan dilakukan pada Peraturan daerah Nomor 16 Tahun 2018.
Pengalihan hak, terjadi atas nama pembangunan dan kesejahteraan, Namun fakta yang terjadi bahwa Masyarakat Hutan Adat tidak mendapatkan pembangunan dan kesejahteraan yang dijanjikan tersebut.
“Malah sebaliknya, korporace yang terjadi hanya betujuan mencari atau mengumpulkan kekayaan semata-mata pada kelompok tertentu. Memenjarakan pejuang Masyarakat Hutan Adat yang menuntut untuk memperoleh hak makan dan hak hidup di atas tanah mereka sendiri,” ujar Gat.
Olehnya itu Fraksi Partai Demokrat meminta agar praktik-praktik serupa itu diakhiri dengan melakukan pengakuan, perlindungan dan pemberdayan atau penguatan terhadap Masyarakat Hutan Adat. Penguatan atau pemberdayaan yang dimaksudkan Fraksi Partai Demokrat meliputi kapasitas dan kapabilitas kelembagaan, legal standing dan pemetaan wilayah adat.
Dalam konteks inilah, dukungan fasilitas oleh Pemda menjadi sesuatu yang harus dan bahkan mutlak dipikirkan. Revisi yang akan dilakukan, kata dia Gat Khaleb, seharus bermuara pada solusi terbaik dan komprehensif dan harus menjamin, memastikan eksistensi Masyarakat Hutan Adat agar lebih kokoh, lebih kuat dari sebelumnya.
Tidak boleh mengebiri, menghilangkan atau mengaburkan sebagian atau seluruhnya eksistensi dan hak-hak MHA sebagaimana dimaksud UUD 45 Pasal 188 ayat 2 yang mengatakan negara mengakui dan menghormati kesatuan Msyarqkqt Hutan Adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip di negara kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Menyampaikan Pandangan Umumnya terhadap usulan perubahan Perda Nomor 16 tahun 2018 dimaksud, Fraksi Gerakan Karya Pembangunan (Fraksi GKP). Melalui juru bicaranya Siti Raudah Arsyad, ST menyarankan perubahan yang diusulkan dengan mempertimbangkan aspek penting dan krusial, yaitu Masyarakat Hukum Adat.
Oleh Karena pengakuan dan perlindungan bagi mereka akan diperoleh melalui Peraturan Daerah sebagai Implikasi dari Undang-Undang Desa.
“Pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat menjadi penting karena harus diakui secara tradisional masyarakat adat lahir dan telah ada jauh sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk,” kata Siti Raudah putri bungsu mantan Wakil Bupati Nunukan Hj.Asma Gani.
Sehingga, Peraturan daerah akan menjadi payung hukum yang mengakui dan melindungi Masyarakat Adat secara sah.
(yuspal)