infobanua.co.id
Beranda SUMATERA UTARA Sengketa Lahan 64 Hektar di Desa Kota Galuh, Penasehat Hukum Tuduh Konferensi Pers Opini Sesat

Sengketa Lahan 64 Hektar di Desa Kota Galuh, Penasehat Hukum Tuduh Konferensi Pers Opini Sesat

Medan, infobanua.co.id – Penasehat Hukum dari Kantor Advokat DSP Law Firm (Dedi-Suhendri & Partners), Dedi Suheri, SH, dan rekan-rekannya di Medan, menuduh konferensi pers yang digelar oleh Andy alias A’eng Jombo dengan narasumber Sultan Serdang T. Ahmad Thala’a, Sultan Deli ke-14 Sultan Mahmud Aria Lamantjiji Perkasa Alamsyah, OK Saidin, dan Pangeran Bedagai T. Syafii sebagai opini sesat.

Hal ini disampaikan oleh Dedi Suheri, SH yang didampingi oleh Novel Suhendri, SH dan Ikhwan Khairul Fahmi, SH, di kantor Advokat DSP Law Firm kepada wartawan, Kamis (30/5/2024). Dalam konferensi pers tersebut, mereka hadir bersama Tengku Nurhayati dan T. Raja Gamal Telunjuk Alam untuk mengklarifikasi opini yang disampaikan oleh narasumber dalam konferensi pers sebelumnya.

Menurut Dedi Suheri, SH, narasumber yang diundang oleh A’eng mencoba mengintervensi putusan inkrah Mahkamah Agung agar proses konstatering dan eksekusi lahan yang dimenangkan oleh Nurhayati atas 3 objek di Dusun IV Desa Kota Galuh, Kecamatan Perbaungan, tidak dilakukan. Meskipun dalam putusan inkrah Mahkamah Agung (MA) Nurhayati berhak atas seluruh lahan seluas 64 hektar tersebut.

“Apapun cerita atau isi konferensi pers yang digelar A’eng soal silsilah Nurhayati, atau klaim bahwa surat Grand Sultan 102/1924 yang dibeli Nurhayati adalah palsu, semua itu kami kesampingkan. Yang terpenting bagi kami adalah mendesak PN Sei Rampah untuk segera melakukan konstatering ulang dan eksekusi sesuai perintah MA yang sudah mengeluarkan ketetapan inkrah dengan no.2690.k/Pdt/2023 atas kemenangan Nurhayati,” tegas Dedi Suheri.

Dedi Suheri juga mengkritik keterangan narasumber yang menurutnya tidak berbobot, termasuk klaim bahwa Grand Sultan 102/1924 berlokasi di lahan Poltax Taxi di Jalan Brigjen Katamso Medan, yang hanya seluas 1 hektar. Sementara itu, lahan Grand Sultan 102/1924 yang dimenangkan Nurhayati berada di Dusun IV Desa Kota Galuh dengan luas 64 hektar sesuai dengan terjemahan dari Drs. Bahrum Saleh, M.Ag.

Bahrum Saleh, yang pernah dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan perdata Nurhayati, membenarkan bahwa Grand Sultan 102/1924 memberikan hak atas tanah tersebut kepada Tengku Zainal Al Rasyid, yang kemudian berpindah tangan kepada Tengku Ain Al Rasyid, ayah dari Tengku Raja Gamal Telunjuk Alam, dan akhirnya dijual kepada Nurhayati pada tahun 1979.

Dalam konferensi pers, Dedi Suheri menantang narasumber yang diundang oleh A’eng untuk menunjukkan Grand Sultan yang asli. Ia juga mengancam akan memproses secara hukum pihak-pihak yang terbukti memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) di lahan tersebut tanpa dasar yang sah.

Tengku Raja Gamal Telunjuk Alam, dalam klarifikasinya, menegaskan bahwa klaim OK Saidin yang menyatakan bahwa Grand Sultan 102/1924 berlokasi di Poltax Taxi Medan adalah tidak benar. Ia menjelaskan bahwa Grand Sultan 102/1924 yang ia jual kepada Nurhayati berada di Desa Kota Galuh dan telah berpindah hak sesuai dengan dokumen yang sah.

Nurhayati sendiri menegaskan bahwa dirinya tidak peduli dengan opini negatif yang disebarkan tentangnya. Ia meminta pihak PN Sei Rampah untuk segera melakukan konstatering ulang dan eksekusi lahan sesuai dengan putusan MA yang sudah inkrah.

“Saya tidak peduli dengan opini dan isu negatif tentang saya. Yang jelas, saya sudah dimenangkan pihak MA dan sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Saya meminta pihak PN Sei Rampah untuk segera melakukan konstatering ulang dan eksekusi, karena semua biaya yang diminta sudah saya lunasi,” tegas Nurhayati.

Kasus sengketa lahan ini semakin memanas dengan berbagai klaim dan tudingan yang muncul, menambah ketegangan antara pihak yang bersengketa.

Bagikan:

Iklan