infobanua.co.id
Beranda Daerah Pembangunan Pasar Surantih Terkendala Status Tanah, Jika Dilanjutkan Langgar Beberapa Aturan

Pembangunan Pasar Surantih Terkendala Status Tanah, Jika Dilanjutkan Langgar Beberapa Aturan

Pesisir Selatan, infobanua.co.id – Polemik pembangunan Pasar Surantih di Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat (Sumbar) masih jadi polemik, dan status tanahnya masih belum jelas.

Terkait hal demikian, Pemerintah Daerah melalui Kepala Dinas Perdagangan dan Transmigrasi Pesisir Selatan, Afriman Julta mengatakan, bahwa Pemda tidak akan bisa melanjutkan pembangunan Pasar Surantih karena masih terkendala pembebasan lahan.

“Kendala utamanya terletak karena belum selesainya proses hibah tanah dari masyarakat adat, “katanya Kamis (29/8/2024).

Ia menjelaskan, setiap pembangunan infrastruktur publik telah diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang mana pembangunan infrastruktur publik, termasuk pasar, harus dilakukan di atas lahan yang status kepemilikannya jelas.

Kemudian, kata Afriman bisa diartikan sebagai tanah yang telah menjadi milik pemerintah atau tanah yang telah dihibahkan ke pemerintah dengan dokumen yang sah.

“Hal ini bertujuan untuk menghindari permasalahan hukum di kemudian hari,” terang Afriman.

Menurutnya, pemerintah tidak dapat sembarangan membangun bangunan di atas tanah yang belum jelas.

Sebab tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum dan berpotensi menimbulkan masalah hukum bagi pihak-pihak yang terlibat, termasuk pemerintah daerah.

“Jika pembangunan Pasar Surantih dipaksakan, maka dapat berpotensi menimbulkan beberapa masalah hukum,” katanya lagi

Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah daerah terus berupaya untuk menyelesaikan proses hibah tanah dengan masyarakat adat.

“Kami berharap masyarakat dapat memahami pentingnya proses hibah tanah ini. Dengan demikian, pembangunan Pasar Surantih dapat segera dilanjutkan dan memberikan manfaat bagi masyarakat luas,” ujarnya.

Pemerintah daerah juga mengajak seluruh pihak terkait untuk bersabar dan bekerja sama dalam menyelesaikan masalah ini.

Setidaknya, ungkap dia, terdapat beberapa potensi pelanggaran jika pembangunan tetap dipaksakan, pertama, pelanggaran tata ruang, sebab pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana.

Kemudian pelanggaran hukum agraria, hal itu karena penggunaan tanah negara atau tanah adat tanpa izin yang sah merupakan pelanggaran hukum agraria dan juga dapat dikenakan sanksi pidana.

“Terakhir perbuatan melawan hukum, sebab jika pembangunan tersebut ada pihak yang merasa dirugikan, maka pihak terkait tersebut dapat menuntut secara perdata maupun pidana,” tutupnya.

IB

Bagikan:

Iklan