infobanua.co.id
Beranda Opini Drama Dalam Politik

Drama Dalam Politik

Pribakti B

Pribakti B

 

Hidup itu ibarat sebuah komedi di atas panggung. Kita, para aktor utama di dalamnya, menari-nari dengan riang gembira. Mungkin kita juga menyanyikan lagu-lagu. Kita meminta orang lain memainkan gendang sesuai langgam tari kita. Gaya tari menentukan irama gendang. Sang aktor menjadi penentu.

Dia menguasai diri dan orang-orang di sekitarnya. Seolah dia sadar bahwa dirinya merupakan pusat dunia. Ketika roda kehidupan berputar, dialah sumbunya. Tapi dia pula yang memutarkannya. Disini aktor juga menjadi penyusun naskah kehidupan yang dimainkannya. Dengan kata lain, mungkin dia membuat lakon bagi dirinya sendiri. Kira-kira begitu yang terjadi dalam hidup kita sehari-hari, yang tampak, bisa diamati , bisa ditonton. Sekali lagi, hidup itu seperti sebuah komedi diatas panggung.

Dalam kehidupan politik, tokoh-tokohnya juga hidup di atas panggung. Mungkin kita sudah memberinya nama sejak dulu: panggung politik. Tokoh yang boleh disebut  baik artinya tokoh yang serba bersahaja, apa adanya dan tak punya kecenderungan aneh-aneh dan berlebihan . Jadi selalu tampil seadanya, seperlunya, sesuai kebutuhan.

Tokoh ini menari diiringi gendang sesuai dengan langgam tarinya. Kalau ada suara gendang bertalu-talu lalu dia diminta menari sesuai alunan gendang itu, dia akan menolak. Dia yang menentukan kehidupan. Dia yang mengisi peran hidupnya , dan alunan gendang disesuaikan dengan langgam tari yang dimainkannya.

Tapi di dunia politik, orang mudah berubah. Seorang aktor politik yang baik dan bersahaja, jujur dan apa adanya bisa berubah drastis. Tiba-tiba dia pandai sekali menari atas gendang orang lain. Dia pandai sekali menyesuaikan diri dengan keadaan sekitarnya. Apa yang dulu dia tolak, sekarang diterima dengan alasan untuk bangsa dan negara. Mungkin diterima dengan senang hati.

Suatu jenis irama gendang yang dulu dia tak suka mendengarnya, tiba-tiba dia menyukainya. Dan tiba-tiba dia tampak begitu terampil menari sesuai hentakan-hentakan gendang yang ditentukan orang lain. Dia menjadi begitu akomodatif mudah menerima apa yang dulu tak mungkin diterimanya. Mungkin, tiba-tiba dia juga begitu permisif terhadap apa yang dengan gigih pernah ditolaknya.

Akibatnya orang menganggap dia tak seperti dulu lagi. Tapi orang hanya menilai apa yang tampak di luar yaitu apa yang kelihatannya merupakan gambaran tentang dirinya. Tak pernah dilakukan cara melihat suatu kemungkinan yang agak lain, bahwa mungkin dia memang begitu sejak dulu. Identitas peribadinya sejak dulu seperti yang kita lihat. Watak dan kecenderungan-kecenderungannya sebenarnya sejak dulu begitu. Tapi dulu dia tampil dengan topeng. Wajahnya kelihatannya lain. Karakter  pribadinya disesuaikan dengan karakter topengnya.

Dengan kata lain, selama ini dia bermain drama. Dia mengecoh orang lain , pendukungnya dan orang-orang di sekitarnya menilai kepribadiannya  sesuai benar dengan yang diinginkannya. Mengecoh atau menipu orang lain . Tapi selama itu dia sebenarnya juga menipu dirinya sendiri. Dia perlu untuk waktu lama percaya bahwa dirinya sama dengan identik dengan peran-peran sosial yang dimainkannya. Dia pernah begitu percaya bahwa dirinya orang baik dan jujur.

Ketika seorang menyandangkan sebutan tokoh pejuang rakyat, tokoh demokratis, tokoh ini, tokoh itu, sang aktor juga gemetar. Dia ingin mengatakan bahwa dirinya bukan yang itu. Tetapi karena gelar-gelar itu menggetarkan jiwanya, maka dia bertahan menjadi diri yang yang sejak dulu  begitu otentik. Dia berusaha menjadi diri yang bukan dirinya. Dan ketika momentum penting terjadi dan menuntut tindakan yang sama sekali lain dari apa yang bisa dilakukannya, dia melakukan apa yang bisa. Sekadar sebisanya. Dan itulah yang mengejutkan orang . Kok dia ternyata begitu? Dan banyak orang merasa keheranan melihat dirinya begitu mengecewakan.

Mungkin, sebenarnya dia memang begitu sejak dulu. Mungkin, sebenarnya dia tak pernah benar-benar berusaha menjadi politisi yang baik, jujur dan apa adanya. Pendeknya, mungkin sebenarnya sejak dulu dia tak bisa menghargai pendukungnya, orang lain . Untuk waktu lama dia bisa memainkan komedi dalam kehidupannya. Mungkin dia memainkannya dengan baik. Begitu kita menyebutnya, tanpa mengetahui bahwa sebenarnya dia bosan menjadi diri yang bukan otentik dirinya sendiri.

Sesungguhnya menjadi orang baik itu sudah baik meskipun tak terlalu otentik. Tetapi ketika perubahan dari orang baik menjadi orang yang begitu mengejutkan banyak kalangan itu terjadi, sebenarnya ada keguncangan dalam dirinya, seperti halnya keguncangan di hati banyak kalangan yang dulu mendukungnya. Perubahan ini begitu tragis, begitu mencolok. Mungkin inilah tragedi kehidupannya. Perubahan yang pada hakekatnya bukan perubahan itu seolah merupakan sebuah tragedi yang penuh kejutan . Sayangnya, dia sendiri tak terkejut.. Dia merasa biasa saja bersumpah utuk melakukan ini dan itu. Bahwa dia tak memenuhi sumpahnya, itu tak menjadi persoalan baginya. Karena bukankah dia memang bukan orang yang berpegang pada etika ksatria yang luhur budi pekertinya.

Begitulah drama sang tokoh dalam politik. Menurut Anda, bagaimana?

Dokter RSUD Ulin Banjarmasin

Bagikan:

Iklan