infobanua.co.id
Beranda Opini Citra Diri Pemimpin

Citra Diri Pemimpin

Pribakti B

Oleh: Pribakti B

 

 Citra adalah gambaran diri. Sesuatu yang ditampilkan dari seseorang, tapi juga bisa ditampilkan oleh satu golongan, suatu organisasi, suatu lembaga dan suatu partai politik. Oleh karena itu, jika kita mendengar seseorang berkata. ”Si A itu orang baik/buruk”, itulah contoh suatu citra. Demikian pula, ”Lembaga itu bagus, anggotanya selalu siap membantu orang yang kesusahan,” itupun citra. Ada yang mengatakan , ”Institusi itu korup ” atau ”Partai politik itu kini tidak lagi membela wong cilik” . Itu juga citra.

 

Semua orang seyogyanya mesti berupaya untuk membuat citra diri yang baik. Tentu menjadi aneh sekali jika ada orang yang memiliki keinginan untuk membuat citranya buruk. Tapi, membuat citra diri sebagai pribadi yang baik, tidak bisa dan tidak boleh dilakukan melalui kamuflase. Tidak boleh seseorang menampilkan diri sebagai orang baik, orang ramah, murah hati, jujur dan sebagainya hanya melalui sikap berpura-pura, apalagi jika hanya dengan foto , pidato dan wawancara.

 

Citra diri itu harus tampil secara alami, tidak dibuat-buat dan bukan pura-pura. Sebab semua orang memiliki insting untuk mampu mengetahui mana sikap dan perilaku yang tulus dan benar-benar alami atau sebaliknya. Oleh karena itu, seorang pembohong misalnya , tidak akan bisa mencitrakan diri sebagai seorang yang tidak suka bohong. Seorang tukang tipu tidak mungkin bisa secara alamiah tampil sebagai orang jujur. Orang yang sering berjanji tapi tidak pernah menepatinya akan dicitrakan sebagai pembohong juga.

 

Apakah tidak mungkin seorang yang terlanjur memiliki citra jelek, lalu mengubahnya menjadi baik? Pasti bisa, asalkan ada kemauan dan upaya. Kalau dia seorang pemimpin sebuah negara maka yang harus dilakukan antara lain , berupaya mengikuti kehendak mayoritas rakyatnya. Jangan terpaku pada dukungan mayoritas wakil rakyat di parlemen . Di banyak negara, anggota parlemen makin kehilangan simpati rakyat karena seringkali lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan partai mereka. Jadi, pendapat anggota parlemen belum tentu mewakili kepentingan rakyat banyak.

 

 

Pemimpin juga harus mengetahui kehendak mayoritas rakyatnya. Ia harus sering melakukan blusukan untuk mengetahui kondisi dan situasi sebenarnya dari rakyatnya. Tapi, blusukan itu jangan dipublikasikan agar tidak dianggap hanya pura-pura atau pencitraan belaka. Diakui hubungan dengan rakyat bisa juga dilakukan dengan sering mengundang tokoh yang mewakili kelompok atau organisasi sosial . Jika pertemuan dan diskusi seperti ini sering dilakukan pasti akan muncul kedekatan hubungan antara pemimpin negara dan rakyatnya. Tidak perlu gusar, adakalanya rakyat melakukan demo karena sebanyak apapun pertemuan informal dengan tokoh masyarakat pasti ada sebagian rakyat yang merasa perlu melakukan demo dengan tujuan agar kepentingan mereka bisa cepat ditanggapi dan diwujudkan.

 

Sebagai pemimpin juga jangan terlalu banyak obral janji-janji apabila tidak yakin bahwa janji tersebut akan ditepati. Rakyat sering mengingat janji dari pemimpinnya apalagi jika janji itu  tidak sesuai atau  pas dengan mereka butuhkan dan mereka inginkan. Tampillah percaya diri di depan umum termasuk di arena internasional. Ini penting karena wibawa bangsa dan negara diwakili oleh sosok pemimpin negara. Yang penting, sesegera mungkin perbaiki kesejahteraan rakyat dan pelihara keadilan dalam hukum. Sejarah menulis banyak pemimpin  menjadi rusak citra dirinya ketika kesejahteraan rakyatnya menurun dan penerapan hukum dirasakan tidak adil.

 

Pendeknya, pemimpin sebuah negara adalah ayah sekaligus teman bagi rakyatnya. Sikap pribadi pemimpin menjadi teladan bagi rakyatnya. Oleh karena itu, memperbaiki citra diri menjadi penting agar muncul wibawa dan legitimasi sebagai pemimpin. Yang menjadi masalah adalah di abad teknologi informasi seperti sekarang , kewibawaan politik bisa dibuat, popularitas bisa diciptakan dengan berbagai watak manipulatif. Orang biasa bisa diberi panggung , agar dikenal publik. Disana ia dilatih berbicara, tersenyum dan mengangguk. Langgam bahasanya dilembut-lembutkan. Bahwa ungkapan kebahasaannya kosong tanpa isi, tak menjadi masalah. Yang penting tampak lembut, rapi dan sopan.

 

Lalu masih mungkinkah kita mencari pemimpin  di dalam masyarakat yang sudah kebangetan memuliakan duit, popularitas dan kemuliaan citra, tanpa memedulikan kenyataan bahwa semuanya itu hanya kecanggihan menata kebohongan? Masih mungkin. Namun seperti lazimnya hidup di zaman yang penuh kesintingan, ambisi dan keserakahan , hanya sejumlah kecil manusia yang tak tergoda untuk turut menjadi serakah, selebihnya terlalu ambisius dan sinting memandang jabatan sebagai segalanya.

 

Maka demi masa depan . Indonesia butuh pemimpin  yang tampil apa adanya. Pemimpin dengan segenap komitmen sosial politik yang jernih, untuk memimpin orang banyak demi panggilan hati nurani . Kemampuan teknisnya tentu harus lebih dari sekadar memadai dan kekuasaannya tak bakal dipakai suatu kekuasaan itu sendiri, melainkan buat menata kehidupan yang adil manusiawi dan tentu saja demokratis. Tidak ada ambisi pribadi yang berlebihan. Tidak muncul pamrih-pamrih pribadi untuk terlalu memuliakan diri  sendiri. Dia jadi pemimpin untuk memimpin , persisnya untuk membuat negara yang penuh ketidakadilan ini menjadi lebih adil. Semoga masyarakat kita sudah pandai dan bijak menyikapi siapa pemimpin Indonesia yang bertopeng dan siapa yang asli pada Pilpres 2024 . Amin.

Dokter RSUD Ulin Banjarmasin

Bagikan:

Iklan