infobanua.co.id
Beranda Opini Praktek Kleptokrasi di Indonesia

Praktek Kleptokrasi di Indonesia

Pribakti B

Oleh: Pribakti B

 

Tidak ada sistem politik yang sempurna. Sejarah pernah menyaksikan beragam kekuasaan politik dengan sumber legitimasi yang juga beragam. Ada yang diperoleh melalui garis keturunan (kerajaan) dan ada yang melalui pemilihan umum (demokrasi). Secara teoritis masing-masing mempunyai argumentasi untuk menunjukkan keunggulannya. Namun secara historis-empiris tampaknya sistem pemerintahan demokrasi dinilai paling unggul, terutama ketika tingkat pendidikan masyarakat semakin maju.

 

Salah satu keunggulan demokrasi adalah adanya mekanisme kontrol dan partisipasi rakyat secara regular, terlembagakan dan terbuka melalui perwakilan. Bagi masyarakat yang pendidikan dan ekonominya telah maju, cacat bawaan demokrasi itu bisa diperkecil. Akan tetapi , bagi masyarakat Indonesia yang kondisi ekonomi maupun pendidikannya masih rendah, sekalipun demokrasi menjadi pilihan utama, sebaiknya jangan berharap demokrasi menjadi obat mujarab yang bisa segera menyembuhkan keterpurukan bangsa yang sudah parah ini.

 

Ini karena sebagian besar elite politik kita hanya memikirkan diri dan kelompoknya sehingga yang terjadi adalah manipulasi dan mobilisasi massa yang naif. Lebih mengecewakan lagi, jika kemiskinan rakyat itu dimanipulasi melalui politik uang sehingga hak dan kedaulatan rakyat yang merupakan roh demokrasi telah dibajak, dirampas, dan dibunuh oleh para elite politisi busuk dengan senjata uang. Lebih ironis lagi, jika uang itu diperoleh dari hasil rampasan milik rakyat dengan jalan korupsi dari kas negara.

 

Sejarah mencatat negara yang berhasil menerapkan demokrasi adalah mereka yang mampu memelihara keseimbangan antara kebebasan, penegakan hukum, pemerataan pendidikan dan perbaikan ekonomi. Maka sejak bangsa ini bertekad membangun negara Republik, kita mesti siap dan sadar untuk menerima kenyataan bahwa tekad itu merupakan agenda sejarah di masa depan yang diraih setapak demi setapak.

 

Setelah lebih dari 79 tahun Indonesia merdeka, belajar dari pengalaman sejarah dalam dan luar negeri , saat ini kita berada dalam fase ketidakpastian politik  yang sesungguhnya memiliki potensi untuk membuat sebuah loncatan politik ke depan yang tak terduga.

Ini terjadi jika semua kekuatan sosial mampu membangun sinergi dengan menempatkan visi dan agenda utama bangsa sebagai acuan pokok, bukannya dengan semangat berantem dan saling jegal, tidak pula apatis dan mengelak, maka setiap pemilu akan merupakan tonggak dan momentum bangsa Indonesia untuk membuat prestasi dan loncatan politik yang dahsyat.

 

Akhirnya, ketika menulis kolom ini saya bertanya pada laptop yang ada di depan saya, keyakinan dan visi apa yang tengah diperjuangkan para elite politik negeri ini? Apakah mereka itu pemikir, pejuang dan aktor politik kelas domestik ataukah kelas dunia? Sesungguhnya kekuasaan itu amanat, bukan ajang kenduri. Demokrasi itu memang ada kelemahannya, namun kelemahan yang paling fatal adalah jika mentalitas para pejabat tinggi dan politisinya hanya memikirkan dirinya, bukan negara dan rakyatnya, sehingga pemilu hanya akan melahirkan kleptokrasi, yaitu kekuasaan para maling.

 

Istilah kleptokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu kleptes yang berarti ” pencuri” dan kratos yang berarti “kekuasaan”. Dalam kleptokrasi , politisi memperkaya dirinya sendiri melalui cara-cara yang dirahasiakan  dengan cara melanggar hukum. Seperti sogok, korupsi dan bayaran tertentu dari pelobi dan perusahaan, atau mengarahkan pembiayaan negara untuk diri dan rekan-rekan sejawatnya.  Hari ini kayaknya Indonesia bukan demokrasi.  Indonesia  lebih cocok disebut sebagai kleptokrasi. Praktek kleptokrasi adalah sistem pemerintahan yang secara aktif memindahkan kekayaan dari rakyat jelata kepada para elite. Inilah salah satu cara kleptokrat melanggengkan kekuasaannya adalah dengan cara membagi-bagikan kekayaannya sedikit kepada para rakyatnya. Maka seharusnya kita tidak terlalu cepat senang kalau kita dapat yang gratisan. Kayak sembako gratis, makan siang gratis, sepeda gratis. Bagaimana menurut Anda?

Bagikan:

Iklan